Rabu, 30 Juni 2021

TAPER TANTRUM DIKHAWATIRKAN TERJANG PEREKONOMIAN INDONESIA

 


 


Taper Tantrum berhubungan erat dengan adanya kebijakan suku bunga yang diterapkan oleh bank sentral Amerika Serikat, yaitu Federal Reserve (The Fed). Taper Tantrum merupakan kebijakan mengurangi nilai pembelian aset, seperti obligasi atau quantitative easing (QE) oleh The Fed. Apabila hal tersebut terjadi yaitu efek dari kebijakan Bank Sentral AS, The Federal Reserve ini dapat mendorong aliran modal asing ke luar dari Indonesia sehingga dapat memicu gejolak pasar keuangan.

Seperti diketahui, tapering yang dilakukan beberapa bank sentral negara maju memiliki potensi rambatan terhadap perekonomian khususnya dari sisi sistem keuangan. Sri Mulyani mengatakan ekspektasi pemulihan ekonomi yang cepat dan nyata memberi dampak nyata pada naiknya inflasi Amerika Serikat (AS).

Tapering ini dilakukan setelah sebelumnya bank sentral melakukan penurunan suku bunga untuk mengantisipasi perekonomian. Setelahnya, bank sentral akan melakukan pencetakan uang dengan membeli US treasury hingga mencapai US$ 120 miliar per bulannya. Lalu, seiring dengan terjadinya pemulihan ekonomi maka bank sentral akan mulai mengurangi pembelian surat utang. Inilah yang disebut taper tantrum. Hingga saat ini masih belum bisa dipastikan kapan keputusan tersebut akan diambil oleh The Fed. Namun pelaku pasar sudah mulai mengkhawatirkan kondisi tersebut akan segera terjadi seiring dengan semakin cepatnya akselerasi perekonomian Amerika pasca pandemi. Risiko yang saat ini dilihat paling dekat oleh investor adalah bayangan inflasi yang meningkat. Sebab jika inflasi meningkat mau tak mau The Fed akan mulai menaikkan suku bunga atau mengurangi pembelian surat utang.

Kemudian, pertimbangan lainnya adalah rendahnya data ekspor dan impor China karena dampak terjadinya kenaikan harga bahan baku hingga logistik yang tersendat. Sehingga diperkirakan dalam waktu dekat akan terjadi normalisasi inflasi. Pertimbangan lainnya adalah mulai stagnannya imbal hasil (yield) US treasury 10 tahun di kisaran 1,6%. Hal ini menunjukkan bahwa bahaya ancaman inflasi, seperti yang disampaikan The Fed bersifat transitory.

Memang banyak faktor yang mendorong bank sentral AS melakukan pengetatan kebijakan moneter, sehingga dapat menimbulkan taper tantrum. Namun yang paling umum, dapat dilihat dari dua indikator utama, yakni data inflasi dan yield US treasury. Imbal hasil atau yield US treasury saat ini sudah naik ke kisaran 1,6%. Bahkan diperkirakan masih akan mendaki sampai level 1,9%. Sementara inflasi AS terus meningkat. Pada April, inflasi AS mencapai angka 4,2%. Ini tanda-tanda yang sudah terlihat setelah pemerintah menggelontorkan stimulus jumbo senilai USD 1,9 triliun yang dibagikan ke penduduknya.

Dampak Taper Tantrum ke Indonesia

1.      Kurs Rupiah Bisa Ambyar

Ketika asing menarik dananya dari instrumen investasi saham atau obligasi, kemudian keluar dari Indonesia, pasti membutuhkan dolar AS. Walhasil, permintaan dolar AS akan meningkat. Bila banyak orang yang tukar rupiah ke dolar AS, kurs mata uang Garuda bisa tertekan atau melemah. Apalagi disertai kepanikan, rupiah bisa ambrol.

Taper tantrum pernah terjadi dan memukul pasar keuangan Tanah Air di tahun 2013. Nilai tukar rupiah waktu itu di kisaran 9.700 per dolar AS. Tetapi merosot hingga Rp 14.700 per dolar AS pada September 2015. Pelemahannya lebih dari 50%. Sekarang saja kurs rupiah menyentuh level Rp 14.262 per dolar AS (data JISDOR BI per 8 Juni 2021). Sementara posisi 4 Januari 2021 sebesar Rp 13.903 per dolar AS atau melemah 2,5%.

Jika rupiah melemah, biasanya akan diikuti kenaikan harga emas, barang-barang dan bahan pangan impor, seperti barang elektronik, tempe (kedelai impor), bawang putih, dan sebagainya. Bila taper tantrum jilid 2 sampai benar-benar terjadi, mungkin saja rupiah akan bernasib sama dengan kondisi 2013. Atau justru bertahan karena pastinya Bank Indonesia (BI) sebagai regulator akan melakukan berbagai upaya untuk tetap menstabilkan nilai tukar rupiah.

2.      Suku Bunga Naik

Ini dampak yang ditakuti para debitur, kenaikan suku bunga bank. Sejauh ini, debitur dimanjakan dengan suku bunga rendah karena memang trennya demikian. Bayar cicilan jadi lebih ringan, termasuk angsuran KPR. Tetapi hati-hati dengan adanya taper tantrum jilid 2.

Saat ekonomi AS pulih, inflasi naik, maka The Fed berpotensi menaikkan suku bunga acuannya. Berarti kondisi sudah kembali normal. Efeknya apa? BI juga harus mengerek 7 Day Reverse Repo Rate. Biar tetap menjaga daya tarik investor. Investor melirik, debitur yang paceklik. Sebab pastinya perbankan bakal mengatrol tingkat bunga kredit. Otomatis, cicilan KPR dan pinjaman lain jadi lebih mahal.

3.      IHSG dan Investasi Saham

Dulu di 2013, porsi kepemilikan asing mondominasi di pasar saham. Kini, semakin menyusut. Persentasenya sebesar 41,40%. Jikalau terjadi taper tantrum, dana asing keluar, gejolak IHSG tidak akan separah 8 tahun silam. Meski begitu tetap kena guncangannya.

 

 

 

 

Referensi :

https://katadata.co.id/agustiyanti/finansial/60cb1c85ad67d/memahami-taper-tantrum-yang-dikhawatirkan-sri-mulyani-dan-gubernur-bi

https://finansial.bisnis.com/read/20210615/55/1405720/apa-itu-taper-tantrum-kenali-pengertian-dan-penyebabnya

https://www.cnbcindonesia.com/market/20210604064152-17-250486/ini-taper-tantrum-tsunami-yang-terjang-ekonomi-tahun-depan

https://www.cnbcindonesia.com/investment/20210608082030-21-251271/ditakuti-jokowi-sri-mulyani-apa-itu-hantu-taper-tantrum

https://www.cermati.com/

https://amp-kontan-co-id.cdn.ampproject.org/v/s/amp.kontan.co.id/news/bila-taper-tantrum-terjadi-bagaimana-dampaknya-ke-pasar-saham-indonesia?amp_js_v=a6&amp_gsa=1&usqp=mq331AQKKAFQArABIIACAw%3D%3D#aoh=16249401299368&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&amp_tf=Dari%20%251%24s

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar