Peluang pengembangan ekonomi biru dalam Rangka memperbaiki perekonomian indonesia
APA ITU EKONOMI BIRU?
Istilah ekonomi biru pertama kali diperkenalkan pada tahun 2010 oleh Gunter Pauli melalui bukunya yang berjudul The Blue Economy: 10 years – 100 innovations – 100 million jobs. Ekonomi biru merupakan sebuah konsep pengembangan ekonomi dunia dengan prinsip berkelanjutan menuju tingkat efisiensi yang lebih tinggi untuk memenuhi kebutuhan dasar bagi semua kontributor dalam suatu sistem. Ekonomi biru diterapkan sebagai upaya untuk pengembangan daerah pesisir. Salah satu cara pengembangannya yaitu dengan menitikberatkan pada inovasi dan kreativitas yang meliputi variasi produk, efisiensi sistem produksi, dan penataan sistem manajemen sumber daya. Ekonomi biru ingin menciptakan inovasi-inovasi usaha ekonomi yang bukan saja sehat dan ramah lingkungan, melainkan juga murah, efisien, tanpa sampah, dan bervisi kemanfaatan kolektif bagi komunitas lokal.
KONSEP EKONOMI BIRU
Konsep ekonomi biru sejalan dengan konsep ekonomi hijau yang ramah lingkungan dan difokuskan pada negara-negara berkembang dengan wilayah perairan (laut), yang biasa dikenal dengan Small Island Development States (SIDS). Ekonomi biru dalam hal ini ditujukan untuk mengatasi kelaparan, mengurangi kemiskinan, menciptakan kehidupan laut yang berkelanjutan, mengurangi risiko bencana di daerah pesisir, dan mitigasi serta adaptasi perubahan iklim.
Konsep Ekonomi biru bertujuan untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi dari sektor kelautan dan perikanan, sekaligus menjamin kelestarian sumber daya serta lingkungan pesisir dan lautan. Ekonomi biru adalah tentang kegiatan yang menghasilkan laba yang dimiliki atau dilakukan oleh penduduk setempat. Ini berkelanjutan, dan tidak terbatas pada sumber daya alam. Misalnya, ekonomi biru tidak terbatas pada perikanan dan budidaya air tetapi juga termasuk pariwisata, pertambangan, transportasi.
Arus investasi diharapkan akan mengalir dengan adanya penerapan konsep blue economy atau ekonomi biru. Sistem tersebut dinilai mampu mendorong industrialisasi kelautan dan perikanan yang berkelanjutan dengan pendekatan yang ramah lingkungan dan efisien. Daerah Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu lokasi pilot project implementasi konsep ekonomi biru di Indonesia. Program tersebut merupakan kerja sama antara Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (KKP) dengan Food and Agriculture Organization (FAO) yang diarahkan untuk meningkatkan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan secara optimal. Kemudian, salah satu komoditas nasional yang dikembangkan khususnya yaitu di Indonesia bagian timur, dengan blue economy ini diharapkan industri dapat terserap semuanya.
SEBERAPA JAUH DUNIA DALAM MENGEMBANGKAN EKONOMI BIRU
Blue economy merupakan integrasi dari program industrialisasi perikanan yang sebelumnya digagas oleh kementerian yang sama. Industrialisasi perikanan merupakan model kegiatan usaha yang dibangun secara berkelanjutan (kontinyu) dengan berorientasi pada pasar ekspor. Syarat utama produk yang dijual dipasar ekspor salahsatunya adalah tracebility produk hasil perikanan harus terjaga dengan mengkedepankan biosekuritas dalam setiap proses kegiatan budidaya. Saat ini sudah ada semacam aturan yang dibuat dalam pasar global dan merupakan hasil konsorsium negara-negara perikanan dunia bahwa suatu produk perikanan akan diterima di pasaran suatu negara bila input kegiatan budidaya (media air, sarana dan prasarana), proses budidaya (pengobatan penyakit, pakan), dan output budidaya (ikan yang dihasilkan dan limbah budidaya) dilakukan sesuai dengan standar keamanan yang telah ditetapkan. Pada kegiatan penangkapan juga demikian, termasuk dalam kegiatan pengolahan hasil perikanan, prinsip HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) harus diterapkan. Di Indonesia pemerintah telah membuat semacam standar (SNI) untuk menjamin kualitas ikan baik dalam input, proses maupun output sesuai dengan kualitas standar yang ditetapkan.
Prinsip-prinsip yang terkandung di dalam ekonomi biru dapat menjadi kunci emas di dalam perencanaan pembangunan nasional. Langkah-langkah konkret dari penerapan "blue economy" ini terbagi menjadi tiga, yaitu : "Pertama adalah soal pemahaman yang lebih jelas tentang nilai dari ekosistem laut. Kedua, dengan lebih efektif mengaitkan ekosistem laut dengan ketahanan pangan, ini terkait dengan kesinambungan bahan pangan dengan strategi ekonomi serta sosial pembangunan," sementara pendekatan ketiga adalah dengan transisi ekonomi dalam potensi ekonomi menyangkut pasar, industri, dan komunitas terhadap pola pembangunan yang lebih berkeadilan. Kegiatan nelayan di pantai nan elok Prinsip ekonomi biru dinilai tepat dalam membantu dunia untuk menghadapi tantangan perubahan iklim, ekosistem laut yang kian rentan terhadap dampak perubahan iklim dan pengasaman laut. Dalam konsep blue economy, Kementerian Kelautan dan Perikanan, akan berfokus pada tiga factor, yaitu, ekologi, sosial, dan ekonomi, Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo mengatakan, prinsip ekonomi biru tidak bertentangan dengan konsep ekonomi hijau Konsepsi ekonomi biru dapat menjembatani ekonomi hijau yang selama ini diterapkan dalam perencanaan pembangunan di Indonesia.
Sebelum Indonesia berencana melaksanakan kebijakan ekonomi dengan model ekonomi biru (blue economy), sebetulnya model ini sudah diterapkan dibeberapa negara di kawasan Asia Pasifik seperti, Amerika Serikat, Australia, Cina, Jepang, Korea Selatan, Kanada dan Mexico. Penerapan model blue economy di Indonesia dimulai sejak presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan pidato pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Rio+20 di Riocentro, Rio de Janeiro, Brasil yang dilaksanakan pada 13-22 Juni 2012.
Forum kerjasama ekonomi terbuka Asia Pasifik yaitu Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) dibentuk sebagai upaya untuk memajukan segala aspek kegiatan ekonomi di Asia Pasifik pada bulan November 1989 di Canbera-Australia. Dengan anggota sebanyak 21 negara yakni, Australia, Brunei Darussalam, Canada, Chile, Cina, Indonesia, Jepang, Korea, Malaysia, Mexico, New Zealand, Papua New Guinea, Peru, Philipina, Russia, Singapore, China Taipei, Thailand, Amerika Serikat, Rusia, dan Vietnam.
SEBERAPA JAUH PELUANG INDONESIA DAPAT MEMANFAATKAN EKONOMI BIRU
Indonesia memiliki wilayah lebih dari 17.500 pulau, 108.000 kilometer garis pantai, dan tiga perempat wilayah berupa laut, maka laut merupakan identitas dan kunci bagi kesejahteraan Indonesia. Indonesia menempati peringkat kedua sebagai negara dengan sektor perikanan terbesar di dunia setelah Tiongkok. Sektor perikanan memberikan kontribusi sebesar 27 miliar dollar AS terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan menyediakan 7 juta lapangan pekerjaan. Laut juga berperan penting dalam mencegah dampak bencana alam. Terumbu karang dan mangrove mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh banjir dan tsunami terhadap masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir. Perlindungan yang diberikan oleh terumbu karang dan mangrove ini bernilai setidaknya 639 juta dollar AS per tahun.
Kondisi penerimaan Manfaat jangka panjang tersebut Terdapat peluang untuk menyelaraskan upaya pemulihan ekonomi jangka pendek pasca COVID-19 dengan kebutuhan jangka panjang di sektor kelautan. Sistem pengelolaan kunci seperti rencana tata ruang wilayah dan rencana pengelolaan perikanan dapat diuji dan diterapkan saat ini, ketika tekanan sedang berkurang. Konteks tersebut juga memberikan pemerintah waktu untuk mengatasi berbagai tantangan. Paket pemulihan ekonomi dapat dikembangkan untuk membuka lapangan pekerjaan seraya memperkuat ketahanan pesisir, antara lain melalui aktivitas restorasi pesisir dan laut yang bersifat padat karya, seperti restorasi mangrove dan pembersihan pantai di daerah yang sangat bergantung kepada sektor pariwisata, dan investasi pada infrastruktur desa yang dibutuhkan.
Pada akhirnya, laporan ini mengingatkan kita bahwa potensi ekonomi biru Indonesia merupakan serangkaian langkah nyata yang dapat ditempuh dengan kapasitas dan target yang ingin dicapai oleh Indonesia . Bank Dunia mendukung upaya pemerintah untuk mewujudkan strategi ekonomi biru melalui berbagai jenis investasi, seperti Program Lautan Sejahtera, investasi untuk meningkatkan mata pencaharian masyarakat pesisir dan memulihkan ekosistem kritis, Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang – investasi selama 20 tahun bagi pengelolaan dan penelitian terumbu karang, serta Program Pembangunan Pariwisata Terintegrasi dan Berkelanjutan (P3TB ), yakni sebuah platform untuk perencanaan dan infrastruktur pariwisata yang terintegrasi dan berkelanjutan. Bank Dunia juga memberikan dukungan teknis melalui Indonesia Sustainable Oceans Program, melengkapi upaya peningkatan kapasitas dan basis pengetahuan terkait ekonomi biru. Melalui berbagai upaya di atas dan berbagai kegiatan lainnya, Indonesia dapat mewujudkan ekonomi biru untuk generasi sekarang dan mendatang.
Data lembaga pangan dunia PBB (FAO) mencatat, hingga 2050 mendatang penduduk dunia bisa mencapai angka 9,7 miliar jiwa. Itu berarti, diperlukan untuk menyediakan pangan yang berkecukupan sekaligus dengan berkelanjutan, mutlak harus dapat diwujudkan oleh dunia. Tantangan tersebut, sangat cocok untuk dijawab dengan konsep ekonomi biru. Pemanfaatan ekonomi biru untuk menjawab tantangan dari FAO tersebut, dipilih karena FAO sudah memperkirakan bahwa pada 2030 mendatang, kontribusi perikanan budidaya dalam kebutuhan perikanan di dunia akan mencapai 58 persen atau mendominasi secara keseluruhan dibandingkan dengan saudaranya, perikanan tangkap. Terlebih, saat ini perikanan budidaya sudah memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional dan diharapkan akan menjadi pemasok utama untuk kebutuhan perikanan nasional.
STRATEGI EKONOMI BIRU DI INDONESIA
Laporan Bank Dunia terbaru yang berjudul Laut untuk Kesejahteraan: Reformasi untuk Ekonomi Biru di Indonesia, menjelaskan tentang status, tren, dan peluang menuju ekonomi biru di Indonesia. Berikut adalah usulan empat strategi utama bagi Indonesia untuk menjalankan transisi menuju ekonomi biru:
1. Peningkatan pengelolaan aset laut dan pesisir (perikanan, mangrove, terumbu karang)
Integrasi antara rencana tata ruang laut ini dengan sistem perizinan usaha kini diperlukan untuk memastikan bahwa pembangunan yag dilakukan telah mematuhi peraturan zonasi. Sistem “scorecard” dan kadaster bagi kawasan laut dan pesisir (spatial title registry) guna menghindari konflik tata guna wilayah laut dan pesisir. Indonesia dapat melengkapi target restorasi mangrove yang ambisius - 600.000 hektar pada tahun 2025 - dengan kegiatan konservasi yang lebih kuat.
2. Mobilisasi insentif dan investasi
Peningkatan layanan dasar dan infrastruktur dasar dalam pengumpulan sampah, layanan air, dan pembuangan limbah diperlukan untuk mengelola dampak lingkungan terhadap daerah pesisir, Investasi yang dibutuhkan akan sangat besar, tetapi pengalaman di tingkat global menunjukkan bahwa potensi imbal hasil yang diperoleh dari pembangunan infrastruktur seperti ini sangat tinggi (Panel Tingkat Tinggi untuk Ekonomi Laut Berkelanjutan, 2020).
3. Sistem yang lebih baik untuk pengumpulan dan pemantauan data
Bentang laut Indonesia yang kompleks membutuhkan adanya sistem informasi terperinci dan tepat waktu bagi pengelolaan perikanan, ekosistem, dan dampak dari kegiatan manusia. Dibutuhkan perluasan cakupan survei untuk mengumpulkan informasi stok dan panen bagi spesies tertentu, seiring dengan percepatan peluncuran sistem pemantauan dan pelaporan elektronik.
4. Membangun kembali dengan “lebih biru" setelah pandemi COVID-19
Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang – investasi selama 20 tahun bagi pengelolaan dan penelitian terumbu karang, serta Program Pembangunan Pariwisata Terintegrasi dan Berkelanjutan (P3TB ), yakni sebuah platform untuk perencanaan dan infrastruktur pariwisata yang terintegrasi dan berkelanjutan.
BAGAIMANA UPAYA PEMERINTAH INDONESIA SEBERAPA JAUH EFEKTIFITAS KEBIJAKAN YANG BERPENGARUH
Pada era globalisasi dengan ekonomi berbasis sarat teknologi membutuhkan kerjasama yang kuat antar stakeholder dalam pembangunan regional. Seluruh sektor perlu dipetakan dan dianalisis untuk menghasilkan prioritas yang tepat dalam pembangunan regional.
Kerjasama dengan model Peneliti, Pemerintah, Industri harus mampu memperkuat dan membawa program litbang lebih dekat kepada kebutuhan penggunanya.
Selain itu pemerintah daerah dapat memainkan peran dalam hukum dan regulasi terkait dengan implementasi Ekonomi Biru, sebagai berikut :
Memonitor keamanan produk yang diperdagangkan (baik pada tingkat lokal maupun global)
Kebijakan dan peraturan perundangan yang mendorong penemuan inovasi, dan investasi pada industri kreatif.
Kebijakan untuk kerjasama antara pihak yang efektif.
Di beberapa daerah, contohnya dalam kegiatan ekonomi (Pos Pemberdayaan Keluarga) POSDAYA, telah dimulai dengan pengembangan kolam ikan untuk petani nelayan yang biasa menangkap ikan dari laut, suatu proses petik, olah, jual yang menguntungkan dipraktekkan. Kolamkolam ikan yang biasa memetik ikan hasil budidayanya dan langsung dijual, dengan pelatihan sederhana dan penggunaan alat teknologi sederhana, maka dapat mengolah ikan tersebut menjadi abon ikan, nuget dan keripik ikan, yang mempunyai daya tahan lebih lama dan menghasilkan harga jual yang lebih tinggi. Sistem ekonomi biru tersebut tidak menghasilkan banyak limbah sisa tetapi justru membawa keuntungan yang lebih tinggi.
Beberapa kegiatan ekonomi POSDAYA :
Pelatihan pengolahan lele segar kepada peternak ikan lele menjadi sate lele, abon lele, keripik lele, dan jenis produk berbahan baku lele lainnya dan pemanfaatan sisa limbah lele berupa duri dan lainnya masih bisa digerus untuk campuran pakan lele.
Posdaya Plamboyan di Desa Kayuambon, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat memiliki produk unggulan yaitu penganan kripik Kadedemes. Makanan ini terbuat dari limbah kulit singkong yang digarap Nani Yulianingsih bersama kaum ibu dari Posdaya Plamboyan. Kulit singkong biasanya selalu terbuang karena tak berguna. Tapi di Posdaya Plamboyan justru menjadi uang karena berhasil diolah menjadi keripik
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar