REVOLUSI INDUSTRI 1.0
Revolusi
Industri adalah perubahan besar yang terjadi dengan cepat terhadap cara manusia
mengelola sumber daya yang ada untuk memenuhi kebutuhan ekonominya ditandai dengan mudahnya pekerjaan
manusia dalam kegiatan produksi, distribusi, ataupun konsumsi. Hanya
saja ada dampak yang ditimbulkan bagi sektor ketenagakerjaan, di mana
pemanfaatan tenaga manusia menjadi berkurang karena telah diganti oleh mesin
uap. Selain itu, upah buruh ditentukan oleh majikan berdasarkan jenis golongan, muncul perseteruan antara kaum buruh dengan kaum majikan dan kaum buruh
selalu dirugikan dengan beban pekerjaan yang semakin bertambah tetapi upah
tidak dinaikan.
Negara yang mempelopori terjadinya Revolusi
Industri ini adalah Inggris. Revolusi pertama disebut dengan Revolusi Industri
1.0 yang terjadi pada abad ke-18.
Belanda dan Inggris yang pada saat itu masih menguasai Indonesia membawa
dampak dan perubahan yang besar dalam kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat
Indonesia atas adanya revolusi industri diantaranya Indonesia menjadi daerah eksploitasi yang di mana
seluruh sumber daya alamnya dapat digunakan sebagai bahan baku mesin industri
bangsa barat, Masuknya
para pemodal asing yang dapat mendirikan pabrik industri untuk membuat
suatu produk, Mulai
dibangun jalur darat seperti jalur kereta api di Jawa yang berfungsi sebagai
jalur untuk memperlancar mobilitas perdagangan antar satu daerah dengan yang
lainnya dan Munculnya
industri gula.
REVOLUSI INDUSTRI 2.0
Revolusi
Industri 2.0 dikenal juga dengan revolusi teknologi dimana dalam periode ini
terjadi lompatan besar dan radikal dalam perkembangan teknologi dan budaya
masyarakat terjadi di awal abad ke-20, antara 1870 s.d awal Perang Dunia I.
Revolusi industri 2.0 terjadi kemajuan industri yang sangat cepat di Inggris,
Jerman, Amerika, Perancis, dan jepang. Selanjutnya Revolusi industri ini
menyebar ke seluruh Eropa dan Amerika.
Revolusi industri ini ditandai dengan
penemuan tenaga listrik. Tenaga otot yang saat itu sudah tergantikan oleh mesin
uap, perlahan mulai tergantikan lagi oleh tenaga listrik. Walaupun begitu,
masih ada kendala yang menghambat proses produksi di pabrik, yaitu masalah
transportasi. Inovasi pada periode ini merupakan pengembangan industri
sebelumnya dengan berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi dan berlangsung
sekitar tahun 1900-1960 yang bercirikan dengan ditemukannya mekanisasi sistem
produksi massal dengan menggunakan jalur perakitan yang lebih efektif dan efisien,
serta adanya standarisasi mutu dan kualitas.
Pada era ini, manajemen bisnis mengalami
perkembangan yang memungkinkan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi
fasilitas industri. Hal tersebut membentuk adanya divisi-divisi pekerjaan
dimana setiap pekerja hanya bekerja dalam bagian tertentu dari seluruh proses
pekerjaan. Sehingga, Assembly Lines atau proses manufaktur dimana setiap bagian
disusun berdasarkan urutan untuk menghasilkan produk jadi yang lebih cepat dari
metode manufaktur yang biasa dilakukan.
Beberapa inovasi dan kemajuan pada
periode Revolusi Industri 2.0 antara lain :
a) Pengembangan
sumber daya energi seperti minyak bumi, batu bara sebagai sumber bahan bakar
baru.
b) Periode
awal teknologi listrik yaitu penemuan arus listrik AC dan DC yang bisa
difungsikan untuk pembuatan motor listrik (elektrifikasi).
c) Inovasi
baru produksi besi dan baja dalam skala besar.
d) Produksi
massal mobil dan pesawat sebagai alat transportasi massal.
e) Meluasnya
pemakaian mesin industri untuk manufaktur.
f) Meluasnya
penggunaan telegraf yang memungkinkan untuk melakukan komunikasi jarak jauh.
g) Penggunaan
teknologi listrik yang diterapkan ke dalam teknologitransportasi dan
telekomunikasi merupakan lompatan besar bagi perkembangan di sektor industri.
REVOLUSI INDUSTRI 3.0
Revolusi
industri 3.0 ditandai dengan munculnya teknologi informasi dan elektronik yang
masuk ke dalam dunia industri yaitu sistem otomatisasi berbasis komputer dan
robot. Peralatan industri sudah tidak lagi dikendalikan oleh manusia, namun
sudah dikendalikan oleh komputer atau lebih dikenal dengan istilah
komputerisasi.
Pada
periode ini tahun 1960-2010 melahirkan inovasi pengembangan sistem perangkat
lunak untuk memanfaatkan perangkat keras elektronik. Banyak penemuan-penemuan
dan pembuatan perangkat elektronik yang memungkinkan untuk melakukan
otomatisasi operasional mesin-mesin menggantikan peran operator produksi.
Berubahnya tenaga manusia menjadi tenaga mesin atau robot seharusnya membawa
dampak yang signifikan bagi produktivitas tenaga kerja manusia. Para tenaga
kerja di dunia, bisa saja kehilangan pekerjaannya yang mulai digantikan oleh
tenaga komputer dan robot. Sehingga, angka pengangguran bisa saja meningkat
akibat dari revolusi industi 3.0.
Namun,
ternyata revolusi industri 3.0 di Indonesia memberikan dampak yang positif
utamanya terhadap penciptaan lapangan kerja dan penurunan tingkat pengangguran.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik yang ada dalam “Statistik 70 Tahun
Indonesia Merdeka”, menunjukkan data yang berbanding terbalik dengan apa yang
mungkin seharusnya terjadi saat revolusi industri 3.0. Revolusi industri 3.0
yang menghadirkan teknologi komputer dan robot sebagai pengganti tenaga kerja
manusia, memungkinkan terjadinya peningkatan angka pengangguran. Tenaga kerja
rendah di Indonesia juga tidak mengalami dampak buruk dengan adanya revolusi
industri 3.0. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, hingga tahun 2014
memang tenaga kerja Indonesia masih di dominasi oleh tenaga kerja berpendidikan
rendah. Namun demikian, kualitas pendidikan penduduk bekerja cenderung membaik
dari waktu ke waktu. Presentase penduduk bekerja berpendidikan rendah (SMP ke
bawah) yang semula di tahun 2004 sebesar 76,33 persen menurun 64,82 persen di
tahun 2014. Di sisi lain, presentase penduduk bekerja berpendidikan tinggi
(Diploma ke atas) yang semula sebesar 5,22 persen pada tahun 2004, naik menjadi
9,79 persen di tahun 2014. Sehingga, tenaga kerja yang mungkin awalnya masih
berpendidikan rendah, mulai mencari cara untuk menyambung pendidikannya guna mendapatkan
pekerjaan yang lebih baik. Disertai dengan upaya penciptaan lapangan kerja yang
naik, maka revolusi industri 3.0 tidak akan mempengaruhi tenaga kerja rendah.
Hal tersebut terjadi karena
meningkatnya presentase penduduk bekerja berpendidikan tinggi. Orang-orang
semakin sadar dengan adanya revolusi industri 3.0 yang membutuhkan orang-orang
berkompeten untuk mengoperasikan komputer dalam sebuah industri. Sehingga,
orang-orang mulai meningkatkan tingkat pendidikan mereka untuk bisa bekerja.
REVOLUSI INDUSTRI 4.0
Revolusi industri 4.0 terjadi pada abad ke-21 ketika
teknologi sangat berkembang sehingga mempengaruhi berbagai aspek, salah satunya
industri. Pada era ini, fasilitas fisik seperti alat atau mesin diintegrasikan
dengan fasilitas cyber atau internet. Hal-hal seperti autonomous robot, cyber
security, simulation, industrial internet, augmented reality, dan big data
menjadi salah satu fenomena yang muncul sebagai tanda era 4.0 mulai berkembang.
Menurut
kuesioner yang telah disebar, 22.86 % responden merasakan dampak negatif dari
adanya revolusi industri 4.0. Responden merasakan bahwa dengan adanya revolusi
industri ini, karena dengan mesin menggantikan pekerjaan manusia, akan membuat
manusia semakin malas, dan juga banyak tenaga kerja yang dikeluarkan dari
pekerjaannya atau lapangan pekerjaan semakin berkurang. Seperti contoh tol
lebih cepat karena memakai e-toll dalam metode pembayarannya tetapi dengan
adanya e-toll membuat pekerjaan sebagai penjaga pintu tol pun menghilang.
Sedangkan
77.14 % responden lainnya merasakan dampak
positif dari revolusi industri 4.0. Responden merasakan dengan adanya revolusi
industri 4.0, terdapat banyak pekerjaan yang dapat dilakukan dengan mudah,
cepat, lebih tepat, akurat, dan lebih hemat dengan menggunakan alat atau mesin.
Making Indonesia 4.0 merupakan road map revolusi industry 4.0 yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo dengan
lima industri yang jadi fokus mplementasi industri 4.0 di Indonesia, yaitu
industri makanan dan minuman, tekstil, otomotif, elektronik, dan kimia
(Kompas.com,2018).
Jenis industri tersebut ditetapkan menjadi
tulang punggung dalam rangka meningkatkan daya saing yang sejalan dengan
perkembangan industri generasi ke empat, dan diharapkan akan menyumbang
penciptaan lapangan kerja lebih banyak serta investasi baru yang berbasis
teknologi. Making Indonesia 4.0 menjanjikan pembukaan lapangan pekerjaan
sebanyak 7-19 juta orang, baik di sektor manufaktur maupun nonmanufaktur pada
tahun 2030, seiring permintaan ekspor yang lebih besar.Selama 5 tahun terakhir,
penyerapan tenaga kerja menurut Lapangan Usaha menunjukkan adanya perubahan
struktur. Jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian, dan sektor
Pertambangan dan Penggalian menunjukkan trend yang semakin menurun, sebaliknya tenaga
kerja yang bekerja di luar sektor pertanian dan pertambangan menunjukkan trend
yang meningkat.
REVOLUSI Society 5.0
Society 5.0
adalah masa depan dan sudah menjadi tren yang muncul: interaksi dan kolaborasi
antara manusia dan mesin. Revolusi sistem fisik yang dirangkum dalam Industri
4.0 ini telah berkembang menjadi Society 5.0 dan secara mendasar mengubah cara
kita hidup, bekerja, dan berhubungan satu sama lain. Society 5.0 adalah
revolusi yang mana manusia dan mesin
berdamai dan menemukan cara untuk bekerja sama untuk meningkatkan sarana dan
efisiensi produksi. Salah satu
dampak dari Society 5.0 yaitu pada era digital memberikan
banyak manfaat bagi manusia. Tapi di sisi lain mengancam tenaga kerja karena semua tergantikan dengan
kemajuan teknologi.
Hasil riset di Amerika, sebagaimana dilaporkan James Bessen, ekonom
dari Boston University menyebutkan bahwa tahun lalu ada sekitar 35% dari 38.000
perusahaan penyedia kerja, melaporkan kesulitan memenuhi posisi yang mereka
sediakan, karena kurangnya bakat atau talenta di pasar. Artinya selisih gap yang
ada sangat besar antara kebutuhan dan supply tenaga kerja.
Tenaga kerja di
masa depan tidak akan membahas lagi seolah seberapa besar bakat yang dimiliki
si pekerja.Meningkatnya ekonomi dan bisnis digital, menyebabkan perlunya
pemahaman dan keahlian yang berbeda dengan yang dimiliki pekerja sekarang.
Artinya, karyawan sekarang memiliki keahlian untuk menjalankan pekerjaan di
masa lalu daripada yang dibutuhkan untuk posisi baru di masa depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar