Kronologi
Ledakan
yang merupakan bom bunuh diri terjadi sekitar pukul 10.28 Wita di jalan Kartini,
di depan Gereja Katedral, Makassar, Sulawesi Selatan. Dua orang terduga pelaku
berboncengan menggunakan sepeda motor matik. Diketahui terduga pelaku hendak
memasuki halaman Gereja Katedral. Petugas menghentikan terduga pelaku di pintu
gerbang gereja, namun sesaat setelah itu terjadi ledakan. Ledakan tersebut
mengakibatkan 2 orang terduga pelaku meninggal dan 20 orang luka-luka.
Jenis
bom yang digunakan yaitu Suicide Bomb atau bom bunuh diri dengan bom panci berdaya
ledak tinggi. Kerusakan yang diakibatkan dari ledakan tersebut yaitu gerbang
gereja, beberapa kendaraan rusak, dan pecahnya kaca-kaca hotel di sekitar
gereja.
Pelaku
Terduka pelaku adalah pasangan suami istri yang baru
menikah selama enam bulan. Kepala Kepolisian RI Jenderal Listyo Sigit Prabowo
menyatakan salah satu pelaku meninggalkan surat wasiat yang ditunjukkan kepada
orang tuanya, yang isinya mengatakan bahwa yang bersangkutan berpamitan dan
siap untuk mati syahid.
Hal ini adalah perubahan mindset, bagian dari korban
propaganda paham-paham takfiri dari kelompok salafi hadist yang mengharapkan
mati syahid akibat pemahaman yang salah tentang makna mati syahid. Bisa jadi
aksi-aksi ini karena mencontoh dari peristiwa-peristiwa sebelumnya. Belum
diketahui apakah dari jaringan terorisme atau tidak, masih ditindaklanjuti oleh
pihak yang berwenang.
Teror Sebelum Bom Bunuh Diri di Makassar, Selama Masa
Pemerintahan Jokowi
1. 2016
Bom bunuh diri terjadi di Sarinah 14 Januari dan enam
orang tewas.
Terjadi pelemparan bom molotow di Gereja Oikumene,
Samarinda, Kalimantan Timur pada November.
2. 2017
Pada Mei, terjadi bom bunuh diri di Terminal Kampung
Melayu menyebabkan sebelas orang jadi korban.
3. 2018
Pada Mei, bom bunuh diri mengguncang tiga gereja di
Surabaya.
4. 2019
Ledakan Sibolga berasal dari rumah Husain Alkas Abu
Hamzah pada Selasa, 12 Maret 2019. Ledakan kedua menyusul saat dini hari.
Terorisme Menyasar Generasi Muda
Menurut
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNTP) bahwa
lebih dari 52% napi teroris yang menghuni LP ialah generasi muda (usia 17-34
tahun). Fakta tersebut menjadi perhatian kita semua. Bahwa kemudahan akses,
intensitas tinggi, dan proses pencarian jati diri di kalangan anak muda menjadi
rentan dari pengaruh konten radikalisme yang hadir dalam internet dan jejaring
media sosial. Beberapa pelaku teroris mendapatkan pengetahuan dan aksinya
terispirasi melalui media sosial atau internet.
Mencegah Radikalisme dan Terorisme
Berikut ini merupakan upaya mencegah radikalisme dan
terorisme agar generasi muda tidak mudah terjerumus pada pemahaman yang salah :
1. Memperkenalkan dan paham ilmu pengetahuan dengan baik
dan benar
Memperkenalkan dan paham ilmu pengetahuan bukan hanya
sebatas ilmu umum saja, tetapi juga ilmu agama yang merupakan pondasi penting
terkait perilaku, sikap, dan juga keyakinan kepada Tuhan. Sehingga dapat
tercipta kerangka pemikiran yang seimbang dalam diri generasi muda.
2. Meminimalkan kesenjangan sosial
Apabila tingkat pemahaman radikalisme dan tindakan
terorisme tidak ingin terjadi pada suatu Negara termasuk Indonesia, maka
kesenjangan antara pemerintah dan rakyat haruslah diminimalisir. Caranya ialah
pemerintah harus mampu merangkul pihak media yang menjadi perantaranya dengan
rakyat sekaligus melakukan aksi nyata secara langsung kepada rakyat. Begitu
pula dengan rakyat, mereka harusnya juga selalu memberikan dukungan dan
kepercayaan kepada pihak pemerintah bahwa pemerintah akan mampu menjalankan tugasnya
dengan baik sebagai pengayom rakyat dan pemegang kendali pemerintahan Negara.
3. Menjaga persatuan dan kesatuan
Menjaga persatuan dan kesatuan juga bisa dilakukan
sebagai upaya untuk mencegah pemahaman radikalisme dan tindakan terorisme di
kalangan masyarakat, terbelih di tingkat Negara. Sebagaimana kita sadari bahwa
dalam sebuah masyarakat pasti terdapat keberagaman atau kemajemukan, terlebih
dalam sebuah Negara yang merupakan gabungan dari berbagai masyarakat. Salah
satu yang bisa dilakukan dalam kasus Indonesia ialah memahami dan penjalankan
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, sebagaimana semboyan yang tertera
di sana ialah Bhinneka Tunggal Ika.
4. Mendukung aksi perdamaian
Aksi perdamaian mungkin secara khusus dilakukan untuk
mencegah tindakan terorisme agar tidak terjadi. Kalau pun sudah terjadi, maka
aksi ini dilakukan sebagai usaha agar tindakan tersebut tidak semakin meluas
dan dapat dihentikan. Namun apabila kita tinjau lebih dalam bahwa munculnya
tindakan terorisme dapat berawal dari muncul pemahaman radikalisme yang
sifatnya baru, berbeda, dan cenderung menyimpang sehingga menimbulkan
pertentangan dan konflik.
5. Berperan aktif dalam melaporkan radikalisme dan
terorisme
Peranan yang dilakukan di sini ialah ditekankan pada
aksi melaporkan kepada pihak-pihak yang memiliki kewenangan apabila muncul
pemahaman radikalisme dan tindakan terorisme, entah itu kecil maupun besar.
Contohnya apabila muncul pemahaman baru tentang keagamaan di masyarakat yang
menimbulkan keresahan, maka hal pertama yang bisa dilakukan agar pemahaman
radikalisme tindak berkembang hingga menyebabkan tindakan terorisme yang berbau
kekerasan dan konflik ialah melaporkan atau berkonsultasi kepada tokoh agama
dan tokok masyarakat yang ada di lingkungan tersebut. Dengan demikian, pihak
tokoh-tokoh dalam mengambil tindakan pencegahan awal, seperti melakukan diskusi
tentang pemahaman baru yang muncul di masyarakat tersebut dengan pihak yang
bersangkutan.
6. Meningkatkan pemahaman akan hidup kebersamaan
Meningkatkan pemahaman ini ialah terus mempelajari dan
memahami tentang artinya hidup bersama-sama dalam bermasyarakat bahkan
bernegara yang penuh akan keberagaman, termasuk Indonesia sendiri. Sehingga
sikap toleransi dan solidaritas perlu diberlakukan, di samping menaati semua
ketentuan dan peraturan yang sudah berlaku di masyarakat dan Negara. Dengan
demikian, pasti tidak akan ada pihak-pihak yang merasa dirugikan karena kita
sudah paham menjalan hidup secara bersama-sama berdasarkan ketentuan-ketentuan
yang sudah ditetapkan di tengah-tengah masyarakat dan Negara.
7. Menyaring informasi yang didapat
Informasi yang didapatkan tidak selamanya benar dan
harus diikuti, terlebih dengan adanya kemajuan teknologi seperti sekarang ini,
di mana informasi bisa datang dari mana saja. Sehingga penyaringan terhadap
informasi tersebut harus dilakukan agar tidak menimbulkan kesalahpahaman, di
mana informasi yang benar menjadi tidak benar dan informasi yang tidak benar
menjadi benar. Oleh karena itu, kita harus bisa menyaring informasi yang
didapat sehingga tidak sembarangan membenarkan, menyalahkan, dan terpengaruh
untuk langsung mengikuti informasi tersebut.
8. Ikut aktif mensosialisasikan radikalisme dan terorisme
Mensosialisasikan di sini bukan berarti kita mengajak
untuk menyebarkan pemahaman radikalisme dan melakukan tindakan terorisme, namun
kita mensosialisasikan tentang apa itu sebenarnya radikalisme dan terorisme.
Sehingga nantinya akan banyak orang yang mengerti tentang arti sebenarnya dari
radikalisme dan terorisme tersebut, di mana kedua hal tersebut sangatlah
berbahaya bagi kehidupan, terutama kehidupan yang dijalani secara bersama-sama
dalam dasar kemajemukan atau keberagaman. Jangan lupa pula untuk
mensosialisasikan tentang bahaya, dampak, serta cara-cara untuk bisa
menghindari pengaruh pemahaman radikalisme dan tindakan terorisme.
Referensi
:
https://www.narasi.tv/mata-najwa/podcast---di-balik-bom-bunuh-diri
https://news.detik.com/berita/d-5513167/10-fakta-pengantin-baru-pelaku-bom-bunuh-diri-makassar-di-depan-gereja/2
https://www-bbc-com.cdn.ampproject.org/v/s/www.bbc.com/indonesia/indonesia-56547431.amp?amp_js_v=a6&_gsa=1&usqp=mq331AQHKAFQArABIA%3D%3D#aoh=16195918129947&_ct=1619591820331&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&_tf=Dari%20%251%24s&share=https%3A%2F%2Fwww.bbc.com%2Findonesia%2Findonesia-56547431
https://smadrsoetomo.sch.id/read/66/mencegah-radikalisme-dan-terorisme#news
Tidak ada komentar:
Posting Komentar