Sabtu, 29 Mei 2021

PEMULIHAN EKONOMI PADA SEKTOR UMKM DAN REALISASINYA

 


Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional atau Stabilitas Sistem Keuangan sebagaimana telah ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-l9) atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan menjadi Undang-Undang.

Program PEN  ditujukan untuk membantu meningkatkan daya beli masyarakat serta memulihkan perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Dimulai dari rumah tangga masyarakat yang paling rentan, lalu ke sektor usaha (UMKM). Pelan-pelan roda perekonomian mulai berputar. Dengan adanya program PEN diharapkan adanya  pertumbuhan ekonomi. Pemerintah telah resmi mengajukan Rancangan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 2021 dengan tema “Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan Penguatan Reformasi”. Sejalan dengan itu, APBN 2021 diarahkan untuk Melanjutkan dan mempercepat pemulihan ekonomi nasional; Penguatan reformasi struktural; Reformasi APBN; dan Prioritas pembangunan nasional. Pemulihan ekonomi nasional dilakukan beberapa negara setelah dihantam pandemi Covid-19 yang efeknya merembet dari persoalan kesehatan ke ekonomi atau keuangan. Untuk perekonomian Indonesia sendiri, di triwulan kedua 2020 mengalami kontraksi sebesar -5,32% sebagai akibat dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). 

Awalnya, anggaran PEN ditetapkan sebesar Rp 372,3 triliun pada tahun 2021. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan anggaran pemulihan ekonomi nasional (PEN) kembali berubah, kali ini angkanya mencapai Rp 699,43 triliun atau meningkat 20,6% jika dibandingkan realisasi tahun sebelumnya yang mencapai Rp 579,8 triliun. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa kenaikan anggaran itu diharapkan bisa menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional terutama mendorong pertumbuhan ekonomi di kuartal I/2021. Anggaran PEN 2021 berfokus pada lima bidang yakni:

-Sektor kesehatan sebesar Rp176,3 triliun.

-Sektor perlindungan sosial Rp157,4 triliun.

-Dukungan UMKM dan pembiayaan korporasi Rp186,8 triliun.

-Insentif usaha dan pajak Rp53,9 triliun.

-Program prioritas Rp125,1 triliun.

Peran UMKM di Indonesia

Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), usaha kecil didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi produktif yang berdiri sendiri. Usaha ini dilakukan perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar serta memenuhi kriteria lain.

Menurut Katadata, pada tahun 2018, jumlah UMKM di Indonesia mencapai 64,2 juta usaha. Dengan jumlah tersebut, UMKM berkontribusi terhadap 60,3% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Selain dari PDB, nilai investasi UMKM dari tahun 1999 ke tahun 2013 juga meningkat pesat, tepatnya sebesar 963%. Per 2018, UMKM menyumbang 58,18% dari total investasi. Angka-angka ini menunjukkan pesatnya pertumbuhan UMKM.

Sedangkan menurut International Council for Small Business (ICSB), peran UMKM dalam Perekonomian Indonesia hampir 90% dari bisnis, menyumbang rata-rata 60-70% dari total lapangan pekerjaan dan 50% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Menurut Bappenas, peran UMKM yaitu:

Memperluas kesempatan kerja dan penyerapan tenaga kerja.

Membentuk Produk Domestik Bruto (PDB).

Menyediakan jaringan pengaman terutama bagi masyarakat berpendapatan rendah untuk menjalankan kegiatan ekonomi produktif.

Secara umum, terdapat tiga peran UMKM atau kontribusi UMKM terhadap perekonomian Indonesia, diantaranya:

Sarana Pemerataan Tingkat Ekonomi Rakyat Kecil

UMKM berperan dalam pemerataan tingkat perekonomian rakyat sebab UMKM berada di berbagai tempat. UMKM bahkan menjangkau daerah yang pelosok sehingga masyarakat tidak perlu ke kota untuk memperoleh penghidupan yang layak.

Sarana Mengentaskan Kemiskinan

UMKM berperan untuk mengentaskan masyarakat dari kemiskinan sebab angka penyerapan tenaga kerja terhitung tinggi. UMKM menyerap 97% dari total tenaga kerja dan 99% dari total lapangan pekerjaan. Artinya, UMKM dapat membantu masyarakat lokal untuk produktif serta mengurangi tingkat tingkat pengangguran dan kemiskinan.

Sarana Pemasukan Devisa Negara

Dikutip dari GoUKM, UMKM menambah devisa negara dalam bentuk penerimaan ekspor sebesar 27,7 miliar dan menciptakan peranan 4,86% terhadap total ekspor. Hal ini bisa terjadi karena UMKM tidak hanya menjangkau masyarakat Indonesia. Lebih dari itu, banyak UMKM telah melebarkan pasar hingga ke luar negeri.


Dampak kerugian UMKM dimasa pandemik 

Berdasarkan data yang diterbitkan oleh Bappenas Secara umum UMKM mulai mengalami penurunan omzet sejak Bulan Maret 2020 dan mencatat omzet terendah pada April, di sisi lain penyaluran PEN baru mencapai tingkat yang cukup tinggi pada September dan belum terserap seluruhnya hingga November, Adanya kesenjangan antara kejatuhan usaha UMKM dan respon pemerintah dalam bentuk PEN ikut menyumbang kurang efektifnya mitigasi dampak pandemi.


BI melaporkan bahwa UMKM eksportir merupakan yang paling banyak terpengaruh, yaitu sekitar 95,4% dari total eksportir. Keterpengaruhan sektor UMKM eksportir sebagai yang paling tinggi (95.4%) dilaporkan merupakan imbas langsung dari PSBB. UMKM yang bergerak dalam sektor kerajinan dan pendukung pariwisata terpengaruh sebesar 89,9%. Sementara sektor yang paling kecil terimbas pandemi Covid-19 adalah sektor pertanian, yakni sebesar 41,5%.   

Data riset Kementerian Koperasi dan UKM, melaporkan UMKM yang terdiri dari pedagang besar dan pedagang eceran mengalami dampak pandemi Covid-19 yang paling tinggi (40,92%), disusul UMKM penyedia akomodasi, makanan minuman sebanyak (26,86%) dan yang paling kecil terdampak adalah industri pengolahan sebanyak (14,25%). Hasil riset LIPI pada April 2020, UMKM yang bergerak di usaha makanan dan minuman mikro, terpengaruh sebesar 27%. UMKM yang terdiri atas usaha kecil makanan dan minuman, terpengaruh sebesar 1,77% dan UMKM yang tergolong usaha menengah, terpengaruh di angka 0,07%. Sementara pada UMKM yang bergerak di unit usaha kerajinan yang terbuat dari kayu dan rotan, angka keterpengaruhan pandemi Covid-19 terhadap usaha mikro berlangsung sebesar 17,03%. Usaha kecil di sektor kerajinan kayu dan rotan terpengaruh sebesar 1,77% dan usaha menengah sebesar 0,01%. Di satu sisi, konsumsi rumah tangga terkoreksi sebesar 0,5% hingga 0,8%.

Perusahaan SaaS (Software-as-a-Service) Paper.id bekerja sama dengan SMESCO Kementerian Koperasi dan UKM serta OK OCE mengadakan survei bertajuk “Dampak Pandemi Covid-19 terhadap UMKM’. Survei dilakukan secara daring dan dikirimkan kepada lebih dari 3.000 UMKM yang ada di 22 provinsi di Indonesia. Berdasarkan data temuan yang ada, sebanyak 78% responden mengaku mengalami penurunan omzet, dengan kategori yang terbesar terdapat pada penurunan lebih dari 20% (67,5%). Penurunan yang ada terjadi hampir menimpa di semua bidang usaha. Dalam data, terdapat 3 jenis usaha yang mengalami dampak paling besar adalah kuliner (43,09%), jasa (26,02%), dan fashion (13,01%). 


Upaya pemulihan dari pemerintah (fiskal dan moneter) dan respon pelaku UMKM

- Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal yang dilakukan oleh pemerintah. Di luar berbagai dukungan kebijakan di atas, pemerintah melalui Kemenkop dan UKM juga melakukan usaha untuk mendukung digitalisasi UMKM. Menurut kementerian ini, di tengah pandemi, transaksi daring terbukti meningkat. Kemenkop dan UKM merekam bahwa saat ini baru sekitar 13 persen dari 63 juta pelaku UMKM yang sudah masuk ke dalam ekosistem digital.

Dalam usaha untuk mendorong digitalisasi UMKM di sektor pangan, Kemenkop dan UKM membangun kolaborasi beberapa platform digital, yakni tanihub, sayurbox, ekosis, dan modalrakyat. Ekosistem digital ini dibangun dan diharapkan menjangkau hulu hingga hilir.

Untuk membantu memperkenalkan pelaku UMKM dengan pasar daring, Kemenkop dan UKM bekerja sama dengan Smesco Indonesia mengeluarkan program E-Brochure. Program ini bertujuan menjadi wadah pemasaran produk UMKM secara digital. Ke depan, akan dibuat katalog produk UMKM seluruh Indonesia (Kompas, 11/8/2020).

Dalam E-Brochure ini, produk-produk UMKM dibagi ke dalam tujuh kategori, yaitu pakaian dan batik, kerajinan tangan, tenun dan songket, tas dan sepatu, herbal dan spa, makanan dan minuman, serta furnitur. Pemerintah menargetkan, pada akhir 2020 terdapat 10 juta UMKM yang terhubung ke pasar digital.

Berbagai upaya perlindungan dan pemulihan di atas dilakukan agar para pelaku UMKM mampu bertahan dan bangkit menjalankan usahanya di tengah pandemi Covid-19. (LITBANG KOMPAS).


Kebijakan Moneter

Kebijakan terkait UMKM selama pandemi Covid-19 (Kebijakan moneter dari pemerintah) 

Restrukturisasi kredit UMKM: relaksasi penilaian kualitas aset dan penundaan pokok dan subsidi bunga

Mengalokasikan Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ditujukan untuk membantu pemulihan sektor UMKM tersebut. Melalui Penyaluran pembiayaan kepada UMKM, dan Penjaminan modal kerja bagi UMKM. pemerintah dengan program PEN melalui kebijakan PMN telah cukup komprehensif memperhatikan sektor UMKM yang perlu diberikan stimulus karena memiliki kontribusi terhadap laju pertumbuhan ekonomi Indonesia dan merupakan sektor yang paling terdampak akibat pandemi COVID-19. Selanjutnya, diperlukan fungsi pengawasan dari DPR yang bertugas mengevaluasi secara berkala, sejauh mana kebijakan alokasi PMN untuk pemulihan UMKM berjalan secara efektif dan tepat sasaran. 

Dukungan lain: insentif PPh final UMKM DTP dan banpres produktif usaha mikro, Dukungan ini dilakukan pemerintah bekerja sama dengan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Sebanyak 83% pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merasa terbantu atas berbagai program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang diberikan oleh pemerintah. Hal tersebut, berdasarkan survei yang dilakukan oleh Mandiri Institute di berbagai daerah di Indonesia.Head of Mandiri Institute Teguh Yudo Wicaksono mengatakan dari survei yang didapatkan menyebutkan, bahwa persepsi pelaku UMKM sebanyak 46% responden merasa bantuan pemerintah melalui PEN sangat membantu, 37% pelaku UMKM merasa bantuan pemerintah cukup membantu, dan 17% responden merasa tidak terbantu atas PEN. Dikutip dari KONTAN.CO.ID - JAKARTA


Seberapa jauh hasil upaya pemerintah yang berdampak


Salah satu bentuk dukungan APBN kepada UMKM ialah tertuang dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021. Di mana dari total anggaran PEN 2021 senilai Rp688,33 triliun, alokasi untuk UMKM dan pembiayaan korporasi mencapai Rp187,17 triliun dengan fokus pada beberapa program. 

Rincian program itu antara lain subsidi bunga KUR dan non-KUR, Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM), penjaminan loss limit UMKM dan korporasi. Lalu, IJP UMKM dan korporasi, pembebasan rekmin dan biaya abonemen listrik, hingga pembiayaan PEN lainnya Berbagai program bantuan diberikan oleh pemerintah untuk melindungi pelaku UMKM. Salah satunya Banpres Produktif Usaha Mikro. 

Program ini menyasar pelaku usaha mikro yang masih "unbankable" dan belum pernah mendapat pembiayaan dari lembaga keuangan. Berdasarkan data Kemenkop UKM per 7 Oktober 2020, program ini telah mencapai 100% menyasar 9,1 juta pelaku usaha dengan besaran Rp2,4 juta/penerima. Total anggaran terealisasi senilai Rp21,86 triliun.

Jumat, 07 Mei 2021

PENGARUH REVOLUSI INDUSTRI TERHADAP TENAGA KERJA




REVOLUSI INDUSTRI 1.0

Revolusi Industri adalah perubahan besar yang terjadi dengan cepat terhadap cara manusia mengelola sumber daya yang ada untuk memenuhi kebutuhan ekonominya ditandai dengan mudahnya pekerjaan manusia dalam kegiatan produksi, distribusi, ataupun konsumsi. Hanya saja ada dampak yang ditimbulkan bagi sektor ketenagakerjaan, di mana pemanfaatan tenaga manusia menjadi berkurang karena telah diganti oleh mesin uap. Selain itu,  upah buruh ditentukan oleh majikan berdasarkan jenis golongan, muncul perseteruan antara kaum buruh dengan kaum majikan dan kaum buruh selalu dirugikan dengan beban pekerjaan yang semakin bertambah tetapi upah tidak dinaikan.  

 Negara yang mempelopori terjadinya Revolusi Industri ini adalah Inggris. Revolusi pertama disebut dengan Revolusi Industri 1.0 yang terjadi pada abad ke-18.  Belanda dan Inggris yang pada saat itu masih menguasai Indonesia membawa dampak dan perubahan yang besar dalam kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia atas adanya revolusi industri  diantaranya Indonesia menjadi daerah eksploitasi yang di mana seluruh sumber daya alamnya dapat digunakan sebagai bahan baku mesin industri bangsa barat, Masuknya para pemodal asing yang dapat mendirikan pabrik industri untuk membuat suatu produk, Mulai dibangun jalur darat seperti jalur kereta api di Jawa yang berfungsi sebagai jalur untuk memperlancar mobilitas perdagangan antar satu daerah dengan yang lainnya dan Munculnya industri gula.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

REVOLUSI INDUSTRI 2.0

Revolusi Industri 2.0 dikenal juga dengan revolusi teknologi dimana dalam periode ini terjadi lompatan besar dan radikal dalam perkembangan teknologi dan budaya masyarakat terjadi di awal abad ke-20, antara 1870 s.d awal Perang Dunia I. Revolusi industri 2.0 terjadi kemajuan industri yang sangat cepat di Inggris, Jerman, Amerika, Perancis, dan jepang. Selanjutnya Revolusi industri ini menyebar ke seluruh Eropa dan Amerika.

Revolusi industri ini ditandai dengan penemuan tenaga listrik. Tenaga otot yang saat itu sudah tergantikan oleh mesin uap, perlahan mulai tergantikan lagi oleh tenaga listrik. Walaupun begitu, masih ada kendala yang menghambat proses produksi di pabrik, yaitu masalah transportasi. Inovasi pada periode ini merupakan pengembangan industri sebelumnya dengan berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi dan berlangsung sekitar tahun 1900-1960 yang bercirikan dengan ditemukannya mekanisasi sistem produksi massal dengan menggunakan jalur perakitan yang lebih efektif dan efisien, serta adanya standarisasi mutu dan kualitas.

Pada era ini, manajemen bisnis mengalami perkembangan yang memungkinkan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi fasilitas industri. Hal tersebut membentuk adanya divisi-divisi pekerjaan dimana setiap pekerja hanya bekerja dalam bagian tertentu dari seluruh proses pekerjaan. Sehingga, Assembly Lines atau proses manufaktur dimana setiap bagian disusun berdasarkan urutan untuk menghasilkan produk jadi yang lebih cepat dari metode manufaktur yang biasa dilakukan.

Beberapa inovasi dan kemajuan pada periode Revolusi Industri 2.0 antara lain :

a)      Pengembangan sumber daya energi seperti minyak bumi, batu bara sebagai sumber bahan bakar baru.

b)      Periode awal teknologi listrik yaitu penemuan arus listrik AC dan DC yang bisa difungsikan untuk pembuatan motor listrik (elektrifikasi).

c)      Inovasi baru produksi besi dan baja dalam skala besar.

d)     Produksi massal mobil dan pesawat sebagai alat transportasi massal.

e)      Meluasnya pemakaian mesin industri untuk manufaktur.

f)       Meluasnya penggunaan telegraf yang memungkinkan untuk melakukan komunikasi jarak jauh.

g)      Penggunaan teknologi listrik yang diterapkan ke dalam teknologitransportasi dan telekomunikasi merupakan lompatan besar bagi perkembangan di sektor industri.

 

 

 

 

 

 

 

REVOLUSI INDUSTRI 3.0

Revolusi industri 3.0 ditandai dengan munculnya teknologi informasi dan elektronik yang masuk ke dalam dunia industri yaitu sistem otomatisasi berbasis komputer dan robot. Peralatan industri sudah tidak lagi dikendalikan oleh manusia, namun sudah dikendalikan oleh komputer atau lebih dikenal dengan istilah komputerisasi.

Pada periode ini tahun 1960-2010 melahirkan inovasi pengembangan sistem perangkat lunak untuk memanfaatkan perangkat keras elektronik. Banyak penemuan-penemuan dan pembuatan perangkat elektronik yang memungkinkan untuk melakukan otomatisasi operasional mesin-mesin menggantikan peran operator produksi. Berubahnya tenaga manusia menjadi tenaga mesin atau robot seharusnya membawa dampak yang signifikan bagi produktivitas tenaga kerja manusia. Para tenaga kerja di dunia, bisa saja kehilangan pekerjaannya yang mulai digantikan oleh tenaga komputer dan robot. Sehingga, angka pengangguran bisa saja meningkat akibat dari revolusi industi 3.0.

Namun, ternyata revolusi industri 3.0 di Indonesia memberikan dampak yang positif utamanya terhadap penciptaan lapangan kerja dan penurunan tingkat pengangguran. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik yang ada dalam “Statistik 70 Tahun Indonesia Merdeka”, menunjukkan data yang berbanding terbalik dengan apa yang mungkin seharusnya terjadi saat revolusi industri 3.0. Revolusi industri 3.0 yang menghadirkan teknologi komputer dan robot sebagai pengganti tenaga kerja manusia, memungkinkan terjadinya peningkatan angka pengangguran. Tenaga kerja rendah di Indonesia juga tidak mengalami dampak buruk dengan adanya revolusi industri 3.0. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, hingga tahun 2014 memang tenaga kerja Indonesia masih di dominasi oleh tenaga kerja berpendidikan rendah. Namun demikian, kualitas pendidikan penduduk bekerja cenderung membaik dari waktu ke waktu. Presentase penduduk bekerja berpendidikan rendah (SMP ke bawah) yang semula di tahun 2004 sebesar 76,33 persen menurun 64,82 persen di tahun 2014. Di sisi lain, presentase penduduk bekerja berpendidikan tinggi (Diploma ke atas) yang semula sebesar 5,22 persen pada tahun 2004, naik menjadi 9,79 persen di tahun 2014. Sehingga, tenaga kerja yang mungkin awalnya masih berpendidikan rendah, mulai mencari cara untuk menyambung pendidikannya guna mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Disertai dengan upaya penciptaan lapangan kerja yang naik, maka revolusi industri 3.0 tidak akan mempengaruhi tenaga kerja rendah.

            Hal tersebut terjadi karena meningkatnya presentase penduduk bekerja berpendidikan tinggi. Orang-orang semakin sadar dengan adanya revolusi industri 3.0 yang membutuhkan orang-orang berkompeten untuk mengoperasikan komputer dalam sebuah industri. Sehingga, orang-orang mulai meningkatkan tingkat pendidikan mereka untuk bisa bekerja.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

REVOLUSI INDUSTRI 4.0

Revolusi industri 4.0 terjadi pada abad ke-21 ketika teknologi sangat berkembang sehingga mempengaruhi berbagai aspek, salah satunya industri. Pada era ini, fasilitas fisik seperti alat atau mesin diintegrasikan dengan fasilitas cyber atau internet. Hal-hal seperti autonomous robot, cyber security, simulation, industrial internet, augmented reality, dan big data menjadi salah satu fenomena yang muncul sebagai tanda era 4.0 mulai berkembang.

Menurut kuesioner yang telah disebar, 22.86 % responden merasakan dampak negatif dari adanya revolusi industri 4.0. Responden merasakan bahwa dengan adanya revolusi industri ini, karena dengan mesin menggantikan pekerjaan manusia, akan membuat manusia semakin malas, dan juga banyak tenaga kerja yang dikeluarkan dari pekerjaannya atau lapangan pekerjaan semakin berkurang. Seperti contoh tol lebih cepat karena memakai e-toll dalam metode pembayarannya tetapi dengan adanya e-toll membuat pekerjaan sebagai penjaga pintu tol pun menghilang.

Sedangkan 77.14 % responden lainnya merasakan dampak positif dari revolusi industri 4.0. Responden merasakan dengan adanya revolusi industri 4.0, terdapat banyak pekerjaan yang dapat dilakukan dengan mudah, cepat, lebih tepat, akurat, dan lebih hemat dengan menggunakan alat atau mesin. Making Indonesia 4.0 merupakan road map revolusi industry 4.0 yang  dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo dengan lima industri yang jadi fokus mplementasi industri 4.0 di Indonesia, yaitu industri makanan dan minuman, tekstil, otomotif, elektronik, dan kimia (Kompas.com,2018).

 Jenis industri tersebut ditetapkan menjadi tulang punggung dalam rangka meningkatkan daya saing yang sejalan dengan perkembangan industri generasi ke empat, dan diharapkan akan menyumbang penciptaan lapangan kerja lebih banyak serta investasi baru yang berbasis teknologi. Making Indonesia 4.0 menjanjikan pembukaan lapangan pekerjaan sebanyak 7-19 juta orang, baik di sektor manufaktur maupun nonmanufaktur pada tahun 2030, seiring permintaan ekspor yang lebih besar.Selama 5 tahun terakhir, penyerapan tenaga kerja menurut Lapangan Usaha menunjukkan adanya perubahan struktur. Jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian, dan sektor Pertambangan dan Penggalian menunjukkan trend yang semakin menurun, sebaliknya tenaga kerja yang bekerja di luar sektor pertanian dan pertambangan menunjukkan trend yang meningkat.

 

REVOLUSI Society 5.0

Society 5.0 adalah masa depan dan sudah menjadi tren yang muncul: interaksi dan kolaborasi antara manusia dan mesin. Revolusi sistem fisik yang dirangkum dalam Industri 4.0 ini telah berkembang menjadi Society 5.0 dan secara mendasar mengubah cara kita hidup, bekerja, dan berhubungan satu sama lain. Society 5.0 adalah revolusi yang mana  manusia dan mesin berdamai dan menemukan cara untuk bekerja sama untuk meningkatkan sarana dan efisiensi produksi. Salah satu dampak dari Society 5.0 yaitu pada era digital memberikan banyak manfaat bagi manusia. Tapi di sisi lain mengancam tenaga kerja karena semua tergantikan dengan kemajuan teknologi.

Hasil riset di Amerika, sebagaimana dilaporkan James Bessen, ekonom dari Boston University menyebutkan bahwa tahun lalu ada sekitar 35% dari 38.000 perusahaan penyedia kerja, melaporkan kesulitan memenuhi posisi yang mereka sediakan, karena kurangnya bakat atau talenta di pasar. Artinya selisih gap yang ada sangat besar antara kebutuhan dan supply tenaga kerja.

Tenaga kerja di masa depan tidak akan membahas lagi seolah seberapa besar bakat yang dimiliki si pekerja.Meningkatnya ekonomi dan bisnis digital, menyebabkan perlunya pemahaman dan keahlian yang berbeda dengan yang dimiliki pekerja sekarang. Artinya, karyawan sekarang memiliki keahlian untuk menjalankan pekerjaan di masa lalu daripada yang dibutuhkan untuk posisi baru di masa depan.