Sabtu, 30 Oktober 2021

Bagaimana Kondisi Ekonomi Indonesia Tetap Bergerak Di Tengah Pemulihan Nasional Akibat Dari Pandemi Covid-19


Pandemi sendiri merupakan sebuah epidemi yang telah menyebar ke berbagai benua dan negara, umumnya menyerang banyak orang. Sementara epidemi sendiri adalah sebuah istilah yang telah digunakan untuk mengetahui peningkatan jumlah kasus penyakit secara tiba-tiba pada suatu populasi area tertentu. Pasalnya, istilah pandemi tidak digunakan untuk menunjukkan tingginya tingkat suatu penyakit, melainkan hanya memperlihatkan tingkat penyebarannya saja. Perlu diketahui, dalam kasus pandemi COVID-19 ini menjadi yang pertama dan disebabkan oleh virus corona yang telah ada sejak akhir tahun lalu.

Dampak yang terlihat dari adanya Covid-19 tidak hanya mempengaruhi kesehatan masyarakat, tetapi turut mempengaruhi perekonomian diberbagai negara. Bahkan saat ini perekonomian dunia mengalami tekanan berat yang diakibatkan oleh virus tersebut. Perekonomian dunia pada negara-negara tertentu seperti Indonesia, Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, Hongkong, Uni Eropa, Singapura, dan beberapa negara lain mengalami pertumbuhan ekonomi negatif pada pada triwulan I dan II di tahun 2020. Pandemi Covid-19 menimbulkan efek negatif dari kesehatan ke masalah sosial dan berlanjut ke ekonomi Negara.

Pandemi Covid-19 memberi dampak amat besar pada sektor ekonomi dan sosial di dunia, termasuk Indonesia. Pengamat kebijakan publik dan pelaku bisnis, Saiful, menyebut ada tiga dampak besar pandemi Covid-19 ini bagi perekonomian nasional.

1.      Dampak yang pertama menurutnya adalah melemahnya konsumsi rumah tangga atau melemahnya daya beli.

2.      Dampak kedua dikatakannya adalah bahwa pandemi Covid-19 ini menimbulkan adanya ketidakpastian, kapan akan berakhir. Sehingga di bidang investasi juga ikut melemah dan berimplikasi terhadap berhentinya sebuah usaha.

3.      Dampak yang ketiga yakni pelemahan ekonomi sehingga menyebabkan harga komoditas turun. Akibatnya dampak tersebut, Pemerintah telah melakukan tindakan cepat, program vaksinasi, ada program pemulihan ekonomi nasional, BLT, bantuan modal usaha UKM/UMKM.  dampak yang ketiga yakni pelemahan ekonomi sehingga menyebabkan harga komoditas turun. Akibatnya dampak tersebut, Pemerintah telah melakukan tindakan cepat, program vaksinasi, ada program pemulihan ekonomi nasional, BLT, bantuan modal usaha UKM/UMKM.


Kondisi Perekonomian di Indonesia Selama Covid-19 2020 dan Tahun 2021.

    Selama pandemi Covid-19 tahun 2020 Laju pertumbuhan ekonomi nasional diperkirakan mengalami pertumbuhan negatif. Pada kuartal I 2020, pertumbuhan ekonomi masih tumbuh 2,97 persen (yoy), tetapi memasuki kuartal II terkontraksi hingga 5,32 persen (yoy). Kuartal II merupakan puncak dari semua kelesuan ekonomi karena hampir seluruh sektor usaha ditutup untuk mencegah penyebaran virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. PSBB sebagai langkah penanganan pandemi Covid-19 yang diterapkan pada sejumlah daerah di Indonesia merupakan faktor yang menyebabkan kontraksi pertumbuhan ekonomi pada pada triwulan II 2020.

    Memasuki kuartal III, saat PSBB mulai dilonggarkan, kegiatan ekonomi mulai menggeliat. Kontraksi ekonomi mulai berkurang menjadi 3,49 persen. Dengan catatan dua kuartal berturut-turut kontraksi, maka ekonomi Indonesia secara teknis masuk dalam resesi. Pada kuartal IV, Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan, ekonomi masih akan minus di kisaran minus 2,9 persen hingga minus 0,9 persen. Itu artinya, Indonesia diperkirakan menutup tahun 2020 pada angka pertumbuhan ekonomi minus.

        Selama tahun 2020, pemerintah tercatat tiga kali mengubah proyeksi pertumbuhan ekonomi. Pada Maret-April, pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi di kisaran minus 0,4 persen hingga minus 2,3 persen. Pada Mei-Juni, perkiraan lebih pesimistis di angka minus 0,4 persen hingga minus 1 persen. Setelah melihat berbagai perkembangan, pada September-Oktober, proyeksi pertumbuhan kembali direvisi menjadi kontraksi 1,7 persen hingga 0,6 persen.

        Berdasarkan hal tersebut berbagai upaya telah dikerahkan oleh pemerintah unuk mengembalikan kondisi perekonomian Indonesia ke positif, dan dari kebijakan tersebut memberikan respon yang sangat baik, dapat dilihat pada kondisi perekonomian di Indonesia tahun 2021.

Gambar 1. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan II-2021.


Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II-2021 melejit hingga 7,07 persen secara tahunan (year on year/yoy). Dengan demikian, Indonesia berhasil kembali ke zona positif pertumbuhan ekonomi, setelah beberapa triwulan terakhir berada dalam tekanan resesi akibat dampak pandemi Covid-19. Capaian ini merupakan pertumbuhan tertinggi sejak 17 tahun yang lalu.

Pertumbuhan ini juga lebih tinggi dari beberapa negara lain. Pertumbuhan ekonomi India tercatat tumbuh 1,6 persen di kuartal II-2021. Sementara Korea Selatan hanya tumbuh 5,69 persen dan Jepang -1,6 persen. Pemerintah menyebut pertumbuhan ekonomi sebesar 7,07 persen pada kuartal II 2021 menandakan strategi yang disusun cukup berhasil. Bahkan realisasi ini mendekati prediksi Kementerian Keuangan sebesar 7,1 persen. Capaian ini menggambarkan arah dan strategi pemulihan ekonomi sudah benar dan mulai menunjukkan hasil.

Salah satu strategi yang cukup berhasil mendongkrak pemulihan ekonomi berasal dari bantuan sosial. Bantuan ini mampu menjaga tingkat kemiskinan dan konsumsi rumah tangga masyarakat bawah. Kucuran bansos dari pemerintah pusat maupun daerah, mampu menekan tingkat kemiskinan supaya tidak melonjak terlalu tinggi meskipun tetap terjadi kenaikan.

Secara garis besar, pertumbuhan ekonomi di kuartal II-2021 ini membuat ekonomi Indonesia kembali ke angka positif. Tercatat sejak tahun 2020, Indonesia memasuki resesi karena pertumbuhan ekonomi minus pada 4 kuartal berturut-turut. Di kuartal I-2021, pertumbuhan ekonomi berada di angka -0,74 persen, masih lebih baik dibanding kuartal II-2020 yang mencatat kontraksi terdalam sebesar -5,32 persen. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, ekonomi masih ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan investasi. Porsi kedua komponen itu bahkan mencapai 84,93 persen. Konsumsi rumah tangga pada kuartal II -2021 ini tumbuh 5,93 persen yoy karena masyarakat mulai yakin untuk melakukan aktivitas konsumsi.

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada kuartal II-2021 tercatat sebesar 104,42 poin, lebih baik dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu 82,14 poin. Indikasi lain juga terlihat dari penjualan eceran yang tumbuh sebesar 11,62 persen. Pertumbuhan ini terjadi pada kelompok makanan minuman dan tembakau, sandang, suku cadang, aksesoris, bahan bakar kendaraan, dan barang lainnya. Kepercayaan masyarakat untuk melakukan kembali konsumsi juga didorong dengan adanya vaksinasi dan pelaksanaan protokol kesehatan. Kedua hal itu diyakini membuat mobilitas masyarakat berangsur normal pada beberapa aktivitas, meski dengan pembatasan.

Secara spasial, pertumbuhan ini ditopang oleh pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa. Andil Pulau Jawa terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) adalah yang terbesar, yakni 57,92 persen. Wilayah Sumatera memiliki andil kedua terbesar setelah Pulau Jawaterhadap PDB sebesar 21,73 persen. Sedangkan untuk pertumbuhan ekonomi di tiap wilayah, wilayah Maluku dan Papua mencatatkan pertumbuhan tertinggi, yaitu sebesar 8,75 persen.

Data menunjukkan bahwa berbagai sektor usaha telah menunjukkan pertumbuhan ke jalur positif. Yang semula terpuruk pun sudah berangsur pulih. Semoga untuk seterusnya pemulihan ekonomi nasional ini berjalan baik.

Keputusan pemerintah yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa daerah sejak April 2020 berdampak luas dalam proses produksi, distribusi, dan kegiatan operasional lainnya yang pada akhirnya mengganggu kinerja perekonomian. Triwulan II merupakan puncak dari semua kelesuan ekonomi karena hampir seluruh sektor usaha ditutup untuk mencegah penyebaran virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. PSBB sebagai langkah penanganan pandemi Covid-19 yang diterapkan pada sejumlah daerah di Indonesia merupakan faktor yang menyebabkan kontraksi pertumbuhan ekonomipada triwulan II 2020. Kebijakan PSBB untuk mencegah penyebaran pandemi Covid-19 menyebabkan terbatasnya mobilitas dan aktivitas masyarakat yang berdampak pada penurunan permintaan domestik. Penghasilan masyarakat yang menurun karena pandemi menyebabkan sebagian besar sektor usaha mengurangi aktivitasnya atau tutup total. Angka pengangguran pun meningkat. Badan Pusat Statistik dalam Survei Angkatan Kerja Nasional Agustus 2020 menunjukkan, Covid-19 berimbas pada sektor ketenagakerjaan.

Sebagai penanggulangan dampak dari pandemi Covid-19, pemerintah Negara Indonesia mengeluarkan kebijakan – kebijakan guna mengupayakan pemulihan ekonomi. Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintanh Pengganti Undang-Undang (PERPPU) Nomer 1 Tahun 2000 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Covid-19 dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan. Perppu tersebut mengatur tentang kebijakan keuangan negara meliputi kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, dan kebijakan pembiayaan. Sedangkan, kebijakan stabilitas sistem keuangan meliputi kebijakan untuk penanganan permasalahan lembaga keuangan yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terus memperkuat langkah pemulihan ekonomi melalui tiga faktor yang menjadi game changer. Pertama yakni melalui investasi di sektor kesehatan. Intervensi kesehatan dilakukan antara lain dengan pemberian vaksinasi gratis bagi 181,5 juta orang sehingga diharapkan akan mampu mencapai herd immunity pada awal 2022.Selain itu, upaya penguatan dan penegakan disiplin protokol kesehatan juga terus digalakkan, baik dengan 3M (mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak) maupun dengan TLI (tes, lacak, dan isolasi) yang komprehensif.

Kedua, seiring penurunan kinerja ekonomi karena terganggunya belanja pemulihan kesehatan dan ekonomi, pemerintah mulai melakukan upaya pemulihan ekonomi nasional melalui Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Tujuannya untuk mempertahankan dan meningkatkan kemampuan ekonomi para pelaku usaha dari sektor riil dan sektor keuangan dalam menjalankan usahanya selama pandemi Covid-19.Melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Program PEN terus didorong realisasinya dan selalu dievaluasi penggunaannya. Penyaluran PEN juga terus dipercepat untuk mendorong kinerja perekonomian kembali ke zona positif.

Terakhir, kebijakan reformasi struktural. Kebijakan ini berfokus pada pembangunan pada sumber daya manusia, infrastruktur, serta upaya perbaikan kemudahan berusaha.Implementasi Undang-Undang Cipta Kerja dan pembentukan Indonesia Investment Authority (INA) juga terus dioptimalkan untuk mempercepat pembukaan lapangan kerja, pemberdayaan UMKM, serta reformasi birokrasi untuk kemudahan berusaha.

Strategi Kebijakan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)

Pemerintah daerah Indonesia mempunyai peran strategis dalam mendorong percepatan dan efektivitas pemulihan ekonomi nasional. Pemerintah membentuk 3 (tiga) kebijakan yang akan dilakukan diantaranya peningkatan konsumsi dalam negeri, peningkatan aktivitas dunia usaha serta menjaga stabilitasi ekonomi dan ekpansi moneter. Salah satu penggerak ekonomi nasional adalah konsumsi dalam negeri, semakin banyak konsumsi maka ekonomi akan mengalami kenaikan. Konsumsi memiliki peran penting terkait dengan daya beli masyarakat. Oleh sebab itu, Pemerintah telah mengalokasi anggaran sebesar Rp172,1 triliun untuk mendorong konsumsi/kemampuan daya beli masyarakat. Dana tersebut disalurkan melalui Bantuan Langsung Tunai, Kartu Pra Kerja, pembebasan listrik dan batuan – bantuan lainnya. Pemerintah daerah berusaha menggerakkan dunia usaha melalui pemberian insentif/stimulus kepada UMKM dan korporasi. Pemerintah memberikan bantuan penundaaan angsuran dan subsidi bunga kredit perbankan, subsidi bunga melalui Kredit Usaha Rakyat dan Ultra Mikro, penjaminan modal kerja sampai Rp10 miliar dan pemberian insentif pajak misalnya Pajak Penghasilan (PPh Pasal 21) Ditanggung Pemerintah. Dalam rangka mendukung pemulihan ekonomi nasional, Bank Indonesia menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah, menurunkan suku bunga, melakukan pembelian Surat Berharga Negara, dan stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan. Penurunan suku bunga guna meningkatkan likuiditas keuangan untuk mendorong aktivitas dunia usaha.

Tantangan dalam Implementasi Pemulihan UMKM

Program pemuliah UMKM dalam implementasinya menghadapi beberapa tantangan sehingga realisasinya masih ada yang relatif rendah. Program pemulihan ini melibatkan Kementerian Keuangan, Kemeneg BUMN, Kemenko Perekonomian, Kementerian Koperasi dan UMKM yaitu meliputi subsidi bunga, realokasi penempatan dana untuk restrukturisasi, Banpres produktif, dan pembiayaan investasi kepada koperasi melalui LPDB KUMKM. Secara umum permasalahan yang dihadapi dalam implementasi klaster UMKM adalah permasalahan validitas data, validitas kriteria penerima, ketepatan sasaran dan kesulitan pelaku UMKM untuk memenuhi beberapa kriteria dan persyaratan yang diterapkan dalam program.

Program dari klaster UMKM yang sudah terealisasi dengan cukup baik seperti program penempatan dana untuk restrukturisasi juga menghadapi tantangan dalam implementasi. Tantangan yang dihadapi dalam implementasi program ini yaitu realokasi anggaran keseluruhan program UMKM termasuk anggaran penempatan dana yang akan diadjust turun untuk dialokasikan ke program UMKM lainnya, informasi suku bunga penyaluran penempatan dana untuk memastikan suku bunga yang diberikan ke masyarakat lebih murah dan menaikkan permintaan kredit.

Dalam program subsidi bunga memilii tantangan terkait dengan aturan dan juga terkait persepsi tata cara pelaksanaan program yang berbeda. Selain itu, kendala dalam implementasi program subsidi bunga diantaranya ketidaksamaan pemahaman antara penyalur KUR dan pengajuan sesuai termin, kecepatan pemrosesan data dan tagihan sangat tergantung pada tingkat partisipasi BLU dan koperasi, terdapat persepsi penyalur KUR bahwa tambahan subsidi bunga KUR hanya dapat diberikan kepada debitur yang dilakukan restrukturisasi, dan dinamika perubahan regulasi yang cepat membuat penyalur harus menyesuaikan proses bisnis dan sistemnya. Permasalahan kebijakan di PMK85 tahun 2020 juga menjadi kendala dalam implementasi subsidi bunga.

Program PEN Terakselerasi Signifikan pada Klaster Perlindungan Sosial dan Kesehatan

Program PEN merupakan instrumen utama yang digunakan oleh Pemerintah dalam rangka penanganan kesehatan dan pemulihan ekonomi sebagai dampak terjadinya pandemi baik di tahun 2020 maupun 2021. Total alokasi anggaran Program PEN dalam APBN 2021 sebesar Rp699,43 triliun, meningkat dibandingkan tahun 2020 yang besarnya Rp695,2 triliun. Dalam perkembangannya, Program PEN untuk tahun 2021 kembali ditingkatkan menjadi Rp744,77 triliun, terutama untuk memberikan tambahan dukungan penanganan kesehatan dan perlindungan sosial di tengah peningkatan kasus Covid-19 akibat penularan varian Delta.

Realisasi program PEN sampai dengan 20 Agustus 2021 mencapai Rp326,16 triliun atau 43,8 persen dari pagu. Realisasi di sektor kesehatan mencapai Rp77,18 triliun, digunakan untuk penggunaan RS Darurat Asrama Haji Pondok Gede, pembagian paket obat untuk masyarakat, biaya perawatan untuk 426,94 ribu pasien, pemberian insentif untuk 861,9 ribu nakes, dan santunan kematian untuk 278 nakes, pengadaan 81,42 juta dosis vaksin, serta bantuan iuran JKN untuk 19,15 juta orang. Selanjutnya, di sektor perlindungan sosial terealisasi sebesar Rp 99,33 triliun terutama untuk pemberian bantuan PKH, BST, Kartu prakerja, bantuan kuota internet, subsidi listrik, bantuan subsidi upah, dan bantuan beras. Sementara itu, di program prioritas terealisasi sebesar Rp50,25 triliun digunakan untuk Program Padat Karya K/L, Pariwisata, Ketahanan Pangan dan Fasilitas Pinjaman Daerah.

Selain itu, pemerintah juga mendukung dunia usaha melalui dukungan UMKM dan korporasi, serta pemberian berbagai insentif usaha. Dukungan UMKM dan korporasi telah terealisasi sebesar Rp48,02 triliun terutama untuk pemberian bantuan pelaku usaha mikro (BPUM) sebesar 11,84 juta usaha, IJP UMKM dan korporasi, penempatan dana pada bank, serta subsidi bunga KUR dan non KUR. Sementara pemberian insentif usaha telah terealisasi sebesar Rp51,97 triliun untuk insentif PPh 21 DTP, PPh Final UMKM DTP, Pembebasan PPh 22 Impor, Pengurangan angsuran PPh 25, pengembalian pendahuluan PPN, penurunan tarif PPh badan, PPN DTP Properti, dan PPnBM Mobil.

Pendapatan Negara Semakin Optimal, Mengindikasikan Kelanjutan Pemulihan Ekonomi

Peningkatan kinerja belanja dan investasi untuk penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi disertai semakin optimalnya penerimaan Perpajakan dan PNBP serta dukungan pembiayaan. Sampai dengan bulan Juli 2021, pendapatan negara terealisasi sebesar Rp1.031,5 triliun atau tumbuh 11,8 persen, mengalami perbaikan baik dari sisi Perpajakan, Kepabeanan dan Cukai serta PNBP. Penerimaan pajak mencapai Rp647,7 triliun, tumbuh 7,6 persen (yoy). Penerimaan neto mayoritas jenis pajak terus membaik, menunjukkan kegiatan ekonomi yang mulai tumbuh. Begitu pula jika ditinjau secara sektoral, penerimaan neto mayoritas sektor utama yang membaik menunjukkan berlanjutnya pemulihan ekonomi domestik. Pemanfaatan insentif pajak berlanjut pada tahun 2021, hingga pertengahan Agustus mencapai Rp51,97 triliun, terdiri dari insentif dunia usaha (PMK-9) sebesar Rp50,24 triliun, insentif PMK-21 (PPN DTP Rumah) sebesar Rp304,6 miliar, serta insentif PMK-31 (PPnBM DTP Kendaraan Bermotor) sebesar Rp1,43 triliun.

Realisasi kepabeanan dan cukai juga tumbuh signifikan, sebesar 29,5 persen (yoy), mencapai Rp141,21 triliun didorong kinerja seluruh komponen penerimaan. Kinerja Cukai tumbuh 18,2 persen (yoy) didorong pertumbuhan Cukai Hasil Tembakau (CHT) dan efektivitas kebijakan dan pengawasan di bidang Cukai. Kinerja Bea Masuk tumbuh 9,2 persen (yoy) dipengaruhi tren kinerja impor nasional yang terus meningkat, terutama pada sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, sedangkan kinerja Bea Keluar tumbuh 888,7 persen (yoy) didorong peningkatan ekspor komoditi tembaga dan tingginya harga produk kelapa sawit. Selain itu, Pemerintah juga memberikan insentif kepabeanan dan cukai khususnya di bidang kesehatan untuk impor alat kesehatan dan vaksin.

Selanjutnya, kinerja PNBP sampai dengan bulan Juli 2021 mencapai Rp242,1 triliun, tumbuh 15,8 persen (yoy). Kinerja PNBP semakin membaik didukung meningkatnya pendapatan SDA Migas dan Nonmigas, PNBP lainnya dan pendapatan BLU, yang masing-masing tumbuh 8,1 persen, 62,9 persen, 31,2 persen, dan 97,4 persen (yoy).

Pembiayaan APBN Turut Menopang Pemulihan Ekonomi

Defisit APBN masih terjaga, hingga 31 Juli 2021 mencapai Rp336,9 triliun atau 2,04 persen terhadap PDB. Sementara itu, realisasi pembiayaan anggaran mencapai Rp447,8 triliun atau 44,5 persen target APBN.

Kebutuhan pembiayaan utang melalui penerbitan SBN menurun sebagai dampak dari optimalisasi penggunaan SAL dan penurunan outlook defisit. Kinerja pasar SBN terus membaik, ditunjukkan dari pergerakan yield yang semakin menurun dibandingkan sejak awal tahun 2021. Pembiayaan berjalan on-track didukung kondisi pasar yang kondusif dan kerja sama solid dengan Bank Indonesia. Kontribusi Bank Indonesia dalam pembelian SBN sesuai SKB I hingga 20 Agustus 2021 telah mencapai Rp136,01 triliun, yang terdiri dari SUN SKB I sebesar Rp92,82 triliun dan SBSN SKB I sebesar Rp43,19 triliun. Dengan pelaksanaan SKB III antara Pemerintah dan Bank Indonesia maka target penerbitan SBN di pasar perdana akan disesuaikan.

Selanjutnya, Pembiayaan Investasi terealisasi cukup baik, seiring penyelesaian proses administrasi dan penyusunan regulasi. Hingga 18 Agustus 2021 telah tercapai sebesar Rp54,1 triliun, terdiri atas: Investasi kepada LMAN sebesar Rp11,1 triliun, Dana Pembiayaan Perumahan (DPP) sebesar Rp11,0 triliun, Pembiayaan Dana Bergulir sebesar Rp20,0 triliun, Pemberian Pinjaman PENDaerah sebesar Rp10,0 triliun, serta Pembiayaan Dana Kerjasama Pembangunan Internasional sebesar Rp2,0 triliun.

Memasuki Kuartal III-2021, pemulihan ekonomi terus berlanjut ditopang kerja keras APBN. Upaya untuk menekan peningkatan kasus Covid-19 memerlukan tambahan biaya yang signifikan. Namun langkah antisipatif dan penanganan Pemerintah telah menunjukkan hasil nyata dengan tumbuhnya aktivitas ekonomi dan konsumsi masyarakat. Tren positif Pendapatan Negara diharapkan tetap berlanjut seiring perbaikan ekonomi, sehingga kerja keras APBN dalam penanganan Covid-19 dan program pemulihan ekonomi nasional tetap terjaga. Kualitas belanja negara juga terus diperbaiki agar dapat mendukung momentum pertumbuhan. Selain itu, peran aktif masyarakat juga sangat diperlukan dalam penerapan 3T dan 5M, serta partisipasi dalam program vaksinasi untuk menuju target herd immunity di akhir tahun 2021.