Pandemi sendiri merupakan sebuah epidemi
yang telah menyebar ke berbagai benua dan negara, umumnya menyerang banyak
orang. Sementara epidemi sendiri adalah sebuah istilah yang telah digunakan
untuk mengetahui peningkatan jumlah kasus penyakit secara tiba-tiba pada suatu
populasi area tertentu. Pasalnya, istilah pandemi tidak digunakan untuk
menunjukkan tingginya tingkat suatu penyakit, melainkan hanya memperlihatkan
tingkat penyebarannya saja. Perlu diketahui, dalam kasus pandemi COVID-19 ini
menjadi yang pertama dan disebabkan oleh virus corona yang telah ada sejak
akhir tahun lalu.
Dampak yang
terlihat dari adanya Covid-19 tidak hanya mempengaruhi kesehatan masyarakat,
tetapi turut mempengaruhi perekonomian diberbagai negara. Bahkan saat ini perekonomian dunia mengalami
tekanan berat yang diakibatkan oleh virus tersebut. Perekonomian dunia pada
negara-negara tertentu seperti Indonesia, Amerika Serikat, Jepang, Korea
Selatan, Hongkong, Uni Eropa, Singapura, dan beberapa negara lain mengalami pertumbuhan ekonomi negatif pada
pada triwulan I dan II di tahun 2020. Pandemi Covid-19 menimbulkan efek negatif
dari kesehatan ke masalah sosial dan berlanjut ke ekonomi Negara.
Pandemi Covid-19 memberi dampak amat besar
pada sektor ekonomi dan sosial di dunia, termasuk Indonesia. Pengamat kebijakan
publik dan pelaku bisnis, Saiful, menyebut ada tiga dampak besar pandemi Covid-19 ini bagi
perekonomian nasional.
1.
Dampak yang pertama menurutnya
adalah melemahnya konsumsi rumah tangga atau melemahnya daya beli.
2.
Dampak
kedua dikatakannya adalah bahwa pandemi Covid-19 ini menimbulkan adanya
ketidakpastian, kapan akan berakhir. Sehingga di bidang investasi juga ikut melemah
dan berimplikasi terhadap berhentinya sebuah usaha.
3.
Dampak
yang ketiga yakni pelemahan ekonomi sehingga menyebabkan harga komoditas turun.
Akibatnya dampak tersebut, Pemerintah telah melakukan tindakan cepat, program
vaksinasi, ada program pemulihan ekonomi nasional, BLT, bantuan modal usaha
UKM/UMKM. dampak yang ketiga yakni pelemahan ekonomi sehingga menyebabkan
harga komoditas turun. Akibatnya dampak tersebut, Pemerintah telah melakukan
tindakan cepat, program vaksinasi, ada program pemulihan ekonomi nasional, BLT,
bantuan modal usaha UKM/UMKM.
Kondisi Perekonomian di Indonesia Selama Covid-19 2020 dan Tahun 2021.
Selama pandemi
Covid-19 tahun 2020 Laju pertumbuhan ekonomi nasional diperkirakan mengalami
pertumbuhan negatif. Pada kuartal I 2020, pertumbuhan ekonomi masih tumbuh 2,97
persen (yoy), tetapi memasuki kuartal II terkontraksi hingga 5,32 persen (yoy).
Kuartal II merupakan puncak dari semua kelesuan ekonomi karena hampir seluruh
sektor usaha ditutup untuk mencegah penyebaran virus SARS-CoV-2 penyebab
Covid-19. PSBB sebagai langkah penanganan pandemi Covid-19 yang diterapkan pada
sejumlah daerah di Indonesia merupakan faktor yang menyebabkan kontraksi
pertumbuhan ekonomi pada pada triwulan II 2020.
Memasuki
kuartal III, saat PSBB mulai dilonggarkan, kegiatan ekonomi mulai menggeliat.
Kontraksi ekonomi mulai berkurang menjadi 3,49 persen. Dengan catatan dua
kuartal berturut-turut kontraksi, maka ekonomi Indonesia secara teknis masuk
dalam resesi. Pada kuartal IV, Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan,
ekonomi masih akan minus di kisaran minus 2,9 persen hingga minus 0,9 persen.
Itu artinya, Indonesia diperkirakan menutup tahun 2020 pada angka pertumbuhan
ekonomi minus.
Selama tahun
2020, pemerintah tercatat tiga kali mengubah proyeksi pertumbuhan ekonomi. Pada
Maret-April, pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi di kisaran minus 0,4
persen hingga minus 2,3 persen. Pada Mei-Juni, perkiraan lebih pesimistis di
angka minus 0,4 persen hingga minus 1 persen. Setelah melihat berbagai perkembangan,
pada September-Oktober, proyeksi pertumbuhan kembali direvisi menjadi kontraksi
1,7 persen hingga 0,6 persen.
Berdasarkan
hal tersebut berbagai upaya telah dikerahkan oleh pemerintah unuk mengembalikan
kondisi perekonomian Indonesia ke positif, dan dari kebijakan tersebut
memberikan respon yang sangat baik, dapat dilihat pada kondisi perekonomian di
Indonesia tahun 2021.
Gambar 1. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan II-2021.
Badan Pusat Statistik (BPS)
melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II-2021 melejit hingga 7,07
persen secara tahunan (year on year/yoy). Dengan demikian, Indonesia berhasil
kembali ke zona positif pertumbuhan ekonomi, setelah beberapa triwulan terakhir
berada dalam tekanan resesi akibat dampak pandemi Covid-19. Capaian ini
merupakan pertumbuhan tertinggi sejak 17 tahun yang lalu.
Pertumbuhan ini juga lebih tinggi
dari beberapa negara lain. Pertumbuhan ekonomi India tercatat tumbuh 1,6 persen
di kuartal II-2021. Sementara Korea Selatan hanya tumbuh 5,69 persen dan Jepang
-1,6 persen. Pemerintah menyebut pertumbuhan ekonomi sebesar 7,07 persen pada
kuartal II 2021 menandakan strategi yang disusun cukup berhasil. Bahkan
realisasi ini mendekati prediksi Kementerian Keuangan sebesar 7,1 persen.
Capaian ini menggambarkan arah dan strategi pemulihan ekonomi sudah benar dan
mulai menunjukkan hasil.
Salah satu strategi yang cukup
berhasil mendongkrak pemulihan ekonomi berasal dari bantuan sosial. Bantuan ini
mampu menjaga tingkat kemiskinan dan konsumsi rumah tangga masyarakat bawah.
Kucuran bansos dari pemerintah pusat maupun daerah, mampu menekan tingkat
kemiskinan supaya tidak melonjak terlalu tinggi meskipun tetap terjadi
kenaikan.
Secara garis besar, pertumbuhan
ekonomi di kuartal II-2021 ini membuat ekonomi Indonesia kembali ke angka
positif. Tercatat sejak tahun 2020, Indonesia memasuki resesi karena
pertumbuhan ekonomi minus pada 4 kuartal berturut-turut. Di kuartal I-2021,
pertumbuhan ekonomi berada di angka -0,74 persen, masih lebih baik dibanding
kuartal II-2020 yang mencatat kontraksi terdalam sebesar -5,32 persen. Sama
seperti tahun-tahun sebelumnya, ekonomi masih ditopang oleh konsumsi rumah
tangga dan investasi. Porsi kedua komponen itu bahkan mencapai 84,93 persen.
Konsumsi rumah tangga pada kuartal II -2021 ini tumbuh 5,93 persen yoy karena
masyarakat mulai yakin untuk melakukan aktivitas konsumsi.
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
pada kuartal II-2021 tercatat sebesar 104,42 poin, lebih baik dibandingkan
dengan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu 82,14 poin. Indikasi lain juga
terlihat dari penjualan eceran yang tumbuh sebesar 11,62 persen. Pertumbuhan
ini terjadi pada kelompok makanan minuman dan tembakau, sandang, suku cadang,
aksesoris, bahan bakar kendaraan, dan barang lainnya. Kepercayaan masyarakat
untuk melakukan kembali konsumsi juga didorong dengan adanya vaksinasi dan
pelaksanaan protokol kesehatan. Kedua hal itu diyakini membuat mobilitas
masyarakat berangsur normal pada beberapa aktivitas, meski dengan pembatasan.
Secara spasial, pertumbuhan ini
ditopang oleh pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa. Andil Pulau Jawa terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB) adalah yang terbesar, yakni 57,92 persen. Wilayah
Sumatera memiliki andil kedua terbesar setelah Pulau Jawaterhadap PDB sebesar
21,73 persen. Sedangkan untuk pertumbuhan ekonomi di tiap wilayah, wilayah
Maluku dan Papua mencatatkan pertumbuhan tertinggi, yaitu sebesar 8,75 persen.
Data menunjukkan bahwa berbagai
sektor usaha telah menunjukkan pertumbuhan ke jalur positif. Yang semula
terpuruk pun sudah berangsur pulih. Semoga untuk seterusnya pemulihan ekonomi
nasional ini berjalan baik.
Keputusan
pemerintah yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa
daerah sejak April 2020 berdampak luas dalam proses produksi, distribusi, dan
kegiatan operasional lainnya yang pada akhirnya mengganggu kinerja
perekonomian. Triwulan II merupakan puncak dari semua kelesuan ekonomi karena
hampir seluruh sektor usaha ditutup untuk mencegah penyebaran virus SARS-CoV-2
penyebab Covid-19. PSBB sebagai langkah penanganan pandemi Covid-19 yang
diterapkan pada sejumlah daerah di Indonesia merupakan faktor yang menyebabkan
kontraksi pertumbuhan ekonomipada triwulan II 2020. Kebijakan PSBB untuk
mencegah penyebaran pandemi Covid-19 menyebabkan terbatasnya mobilitas dan
aktivitas masyarakat yang berdampak pada penurunan permintaan domestik.
Penghasilan masyarakat yang menurun karena pandemi menyebabkan sebagian besar
sektor usaha mengurangi aktivitasnya atau tutup total. Angka pengangguran pun
meningkat. Badan Pusat Statistik dalam Survei Angkatan Kerja Nasional Agustus
2020 menunjukkan, Covid-19 berimbas pada sektor ketenagakerjaan.
Sebagai
penanggulangan dampak dari pandemi Covid-19, pemerintah Negara Indonesia
mengeluarkan kebijakan – kebijakan guna mengupayakan pemulihan ekonomi.
Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintanh Pengganti Undang-Undang (PERPPU)
Nomer 1 Tahun 2000 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem
Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Covid-19 dan/atau dalam Rangka
Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas
Sistem Keuangan. Perppu tersebut mengatur tentang kebijakan keuangan negara
meliputi kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan,
kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, dan
kebijakan pembiayaan. Sedangkan, kebijakan stabilitas sistem keuangan meliputi
kebijakan untuk penanganan permasalahan lembaga keuangan yang membahayakan
perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan.
Kementerian
Keuangan (Kemenkeu) terus memperkuat langkah pemulihan ekonomi melalui tiga
faktor yang menjadi game changer. Pertama yakni melalui investasi
di sektor kesehatan. Intervensi kesehatan dilakukan antara lain dengan
pemberian vaksinasi gratis bagi 181,5 juta orang sehingga diharapkan akan mampu
mencapai herd immunity pada awal
2022.Selain itu, upaya penguatan dan penegakan disiplin protokol kesehatan juga
terus digalakkan, baik dengan 3M (mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga
jarak) maupun dengan TLI (tes, lacak, dan isolasi) yang komprehensif.
Kedua, seiring
penurunan kinerja ekonomi karena terganggunya belanja pemulihan kesehatan dan
ekonomi, pemerintah mulai melakukan upaya pemulihan ekonomi nasional melalui
Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Tujuannya untuk mempertahankan dan
meningkatkan kemampuan ekonomi para pelaku usaha dari sektor riil dan sektor
keuangan dalam menjalankan usahanya selama pandemi Covid-19.Melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Program
PEN terus didorong realisasinya dan selalu dievaluasi penggunaannya. Penyaluran
PEN juga terus dipercepat untuk mendorong kinerja perekonomian kembali ke zona
positif.
Terakhir, kebijakan reformasi struktural. Kebijakan ini berfokus pada pembangunan pada sumber daya manusia, infrastruktur, serta upaya perbaikan kemudahan berusaha.Implementasi Undang-Undang Cipta Kerja dan pembentukan Indonesia Investment Authority (INA) juga terus dioptimalkan untuk mempercepat pembukaan lapangan kerja, pemberdayaan UMKM, serta reformasi birokrasi untuk kemudahan berusaha.
Strategi Kebijakan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)
Pemerintah daerah Indonesia mempunyai peran strategis dalam mendorong percepatan dan efektivitas pemulihan ekonomi nasional. Pemerintah membentuk 3 (tiga) kebijakan yang akan dilakukan diantaranya peningkatan konsumsi dalam negeri, peningkatan aktivitas dunia usaha serta menjaga stabilitasi ekonomi dan ekpansi moneter. Salah satu penggerak ekonomi nasional adalah konsumsi dalam negeri, semakin banyak konsumsi maka ekonomi akan mengalami kenaikan. Konsumsi memiliki peran penting terkait dengan daya beli masyarakat. Oleh sebab itu, Pemerintah telah mengalokasi anggaran sebesar Rp172,1 triliun untuk mendorong konsumsi/kemampuan daya beli masyarakat. Dana tersebut disalurkan melalui Bantuan Langsung Tunai, Kartu Pra Kerja, pembebasan listrik dan batuan – bantuan lainnya. Pemerintah daerah berusaha menggerakkan dunia usaha melalui pemberian insentif/stimulus kepada UMKM dan korporasi. Pemerintah memberikan bantuan penundaaan angsuran dan subsidi bunga kredit perbankan, subsidi bunga melalui Kredit Usaha Rakyat dan Ultra Mikro, penjaminan modal kerja sampai Rp10 miliar dan pemberian insentif pajak misalnya Pajak Penghasilan (PPh Pasal 21) Ditanggung Pemerintah. Dalam rangka mendukung pemulihan ekonomi nasional, Bank Indonesia menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah, menurunkan suku bunga, melakukan pembelian Surat Berharga Negara, dan stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan. Penurunan suku bunga guna meningkatkan likuiditas keuangan untuk mendorong aktivitas dunia usaha.
Tantangan dalam Implementasi Pemulihan UMKM
Program pemuliah
UMKM dalam implementasinya menghadapi beberapa tantangan sehingga realisasinya
masih ada yang relatif rendah. Program pemulihan ini melibatkan Kementerian
Keuangan, Kemeneg BUMN, Kemenko Perekonomian, Kementerian Koperasi dan UMKM
yaitu meliputi subsidi bunga, realokasi penempatan dana untuk restrukturisasi,
Banpres produktif, dan pembiayaan investasi kepada koperasi melalui LPDB KUMKM.
Secara umum permasalahan yang dihadapi dalam implementasi klaster UMKM adalah
permasalahan validitas data, validitas kriteria penerima, ketepatan sasaran dan
kesulitan pelaku UMKM untuk memenuhi beberapa kriteria dan persyaratan yang
diterapkan dalam program.
Program dari
klaster UMKM yang sudah terealisasi dengan cukup baik seperti program
penempatan dana untuk restrukturisasi juga menghadapi tantangan dalam
implementasi. Tantangan yang dihadapi dalam implementasi program ini yaitu
realokasi anggaran keseluruhan program UMKM termasuk anggaran penempatan dana
yang akan diadjust turun untuk dialokasikan ke program UMKM lainnya, informasi
suku bunga penyaluran penempatan dana untuk memastikan suku bunga yang
diberikan ke masyarakat lebih murah dan menaikkan permintaan kredit.
Dalam program subsidi bunga memilii tantangan terkait dengan aturan dan juga terkait persepsi tata cara pelaksanaan program yang berbeda. Selain itu, kendala dalam implementasi program subsidi bunga diantaranya ketidaksamaan pemahaman antara penyalur KUR dan pengajuan sesuai termin, kecepatan pemrosesan data dan tagihan sangat tergantung pada tingkat partisipasi BLU dan koperasi, terdapat persepsi penyalur KUR bahwa tambahan subsidi bunga KUR hanya dapat diberikan kepada debitur yang dilakukan restrukturisasi, dan dinamika perubahan regulasi yang cepat membuat penyalur harus menyesuaikan proses bisnis dan sistemnya. Permasalahan kebijakan di PMK85 tahun 2020 juga menjadi kendala dalam implementasi subsidi bunga.
Program
PEN Terakselerasi Signifikan pada Klaster Perlindungan Sosial dan Kesehatan
Program PEN merupakan instrumen utama yang digunakan oleh Pemerintah dalam rangka penanganan kesehatan dan pemulihan ekonomi sebagai dampak terjadinya pandemi baik di tahun 2020 maupun 2021. Total alokasi anggaran Program PEN dalam APBN 2021 sebesar Rp699,43 triliun, meningkat dibandingkan tahun 2020 yang besarnya Rp695,2 triliun. Dalam perkembangannya, Program PEN untuk tahun 2021 kembali ditingkatkan menjadi Rp744,77 triliun, terutama untuk memberikan tambahan dukungan penanganan kesehatan dan perlindungan sosial di tengah peningkatan kasus Covid-19 akibat penularan varian Delta.
Realisasi program PEN sampai dengan
20 Agustus 2021 mencapai Rp326,16 triliun atau 43,8 persen dari pagu. Realisasi
di sektor kesehatan mencapai Rp77,18 triliun, digunakan untuk penggunaan RS
Darurat Asrama Haji Pondok Gede, pembagian paket obat untuk masyarakat, biaya
perawatan untuk 426,94 ribu pasien, pemberian insentif untuk 861,9 ribu nakes, dan
santunan kematian untuk 278 nakes, pengadaan 81,42 juta dosis vaksin, serta
bantuan iuran JKN untuk 19,15 juta orang. Selanjutnya, di sektor perlindungan
sosial terealisasi sebesar Rp 99,33 triliun terutama untuk pemberian bantuan
PKH, BST, Kartu prakerja, bantuan kuota internet, subsidi listrik, bantuan
subsidi upah, dan bantuan beras. Sementara itu, di program prioritas
terealisasi sebesar Rp50,25 triliun digunakan untuk Program Padat Karya K/L,
Pariwisata, Ketahanan Pangan dan Fasilitas Pinjaman Daerah.
Selain itu, pemerintah juga mendukung dunia usaha melalui dukungan UMKM dan korporasi, serta pemberian berbagai insentif usaha. Dukungan UMKM dan korporasi telah terealisasi sebesar Rp48,02 triliun terutama untuk pemberian bantuan pelaku usaha mikro (BPUM) sebesar 11,84 juta usaha, IJP UMKM dan korporasi, penempatan dana pada bank, serta subsidi bunga KUR dan non KUR. Sementara pemberian insentif usaha telah terealisasi sebesar Rp51,97 triliun untuk insentif PPh 21 DTP, PPh Final UMKM DTP, Pembebasan PPh 22 Impor, Pengurangan angsuran PPh 25, pengembalian pendahuluan PPN, penurunan tarif PPh badan, PPN DTP Properti, dan PPnBM Mobil.
Pendapatan
Negara Semakin Optimal, Mengindikasikan Kelanjutan Pemulihan Ekonomi
Peningkatan kinerja belanja dan
investasi untuk penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi disertai
semakin optimalnya penerimaan Perpajakan dan PNBP serta dukungan pembiayaan.
Sampai dengan bulan Juli 2021, pendapatan negara terealisasi sebesar Rp1.031,5
triliun atau tumbuh 11,8 persen, mengalami perbaikan baik dari sisi Perpajakan,
Kepabeanan dan Cukai serta PNBP. Penerimaan pajak mencapai Rp647,7 triliun,
tumbuh 7,6 persen (yoy). Penerimaan neto mayoritas jenis pajak terus membaik,
menunjukkan kegiatan ekonomi yang mulai tumbuh. Begitu pula jika ditinjau
secara sektoral, penerimaan neto mayoritas sektor utama yang membaik
menunjukkan berlanjutnya pemulihan ekonomi domestik. Pemanfaatan insentif pajak
berlanjut pada tahun 2021, hingga pertengahan Agustus mencapai Rp51,97 triliun,
terdiri dari insentif dunia usaha (PMK-9) sebesar Rp50,24 triliun, insentif
PMK-21 (PPN DTP Rumah) sebesar Rp304,6 miliar, serta insentif PMK-31 (PPnBM DTP
Kendaraan Bermotor) sebesar Rp1,43 triliun.
Realisasi kepabeanan dan cukai juga
tumbuh signifikan, sebesar 29,5 persen (yoy), mencapai Rp141,21 triliun
didorong kinerja seluruh komponen penerimaan. Kinerja Cukai tumbuh 18,2 persen
(yoy) didorong pertumbuhan Cukai Hasil Tembakau (CHT) dan efektivitas kebijakan
dan pengawasan di bidang Cukai. Kinerja Bea Masuk tumbuh 9,2 persen (yoy)
dipengaruhi tren kinerja impor nasional yang terus meningkat, terutama pada
sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, sedangkan kinerja Bea Keluar
tumbuh 888,7 persen (yoy) didorong peningkatan ekspor komoditi tembaga dan
tingginya harga produk kelapa sawit. Selain itu, Pemerintah juga memberikan
insentif kepabeanan dan cukai khususnya di bidang kesehatan untuk impor alat
kesehatan dan vaksin.
Selanjutnya, kinerja PNBP sampai
dengan bulan Juli 2021 mencapai Rp242,1 triliun, tumbuh 15,8 persen (yoy).
Kinerja PNBP semakin membaik didukung meningkatnya pendapatan SDA Migas dan
Nonmigas, PNBP lainnya dan pendapatan BLU, yang masing-masing tumbuh 8,1
persen, 62,9 persen, 31,2 persen, dan 97,4 persen (yoy).
Pembiayaan APBN Turut Menopang Pemulihan
Ekonomi
Defisit APBN masih terjaga, hingga
31 Juli 2021 mencapai Rp336,9 triliun atau 2,04 persen terhadap PDB. Sementara
itu, realisasi pembiayaan anggaran mencapai Rp447,8 triliun atau 44,5 persen
target APBN.
Kebutuhan pembiayaan utang melalui
penerbitan SBN menurun sebagai dampak dari optimalisasi penggunaan SAL dan
penurunan outlook defisit. Kinerja pasar SBN terus membaik, ditunjukkan dari
pergerakan yield yang semakin menurun dibandingkan sejak awal tahun 2021.
Pembiayaan berjalan on-track didukung kondisi pasar yang kondusif dan kerja
sama solid dengan Bank Indonesia. Kontribusi Bank Indonesia dalam pembelian SBN
sesuai SKB I hingga 20 Agustus 2021 telah mencapai Rp136,01 triliun, yang
terdiri dari SUN SKB I sebesar Rp92,82 triliun dan SBSN SKB I sebesar Rp43,19
triliun. Dengan pelaksanaan SKB III antara Pemerintah dan Bank Indonesia maka
target penerbitan SBN di pasar perdana akan disesuaikan.
Selanjutnya, Pembiayaan Investasi
terealisasi cukup baik, seiring penyelesaian proses administrasi dan penyusunan
regulasi. Hingga 18 Agustus 2021 telah tercapai sebesar Rp54,1 triliun, terdiri
atas: Investasi kepada LMAN sebesar Rp11,1 triliun, Dana Pembiayaan Perumahan
(DPP) sebesar Rp11,0 triliun, Pembiayaan Dana Bergulir sebesar Rp20,0 triliun,
Pemberian Pinjaman PENDaerah sebesar Rp10,0 triliun, serta Pembiayaan Dana
Kerjasama Pembangunan Internasional sebesar Rp2,0 triliun.
Memasuki Kuartal III-2021,
pemulihan ekonomi terus berlanjut ditopang kerja keras APBN. Upaya untuk
menekan peningkatan kasus Covid-19 memerlukan tambahan biaya yang signifikan.
Namun langkah antisipatif dan penanganan Pemerintah telah menunjukkan hasil
nyata dengan tumbuhnya aktivitas ekonomi dan konsumsi masyarakat. Tren positif
Pendapatan Negara diharapkan tetap berlanjut seiring perbaikan ekonomi,
sehingga kerja keras APBN dalam penanganan Covid-19 dan program pemulihan
ekonomi nasional tetap terjaga. Kualitas belanja negara juga terus diperbaiki
agar dapat mendukung momentum pertumbuhan. Selain itu, peran aktif masyarakat juga
sangat diperlukan dalam penerapan 3T dan 5M, serta partisipasi dalam program
vaksinasi untuk menuju target herd immunity di akhir tahun 2021.